Selasa 27 Sep 2022 10:06 WIB

Syarat Masuk Ivy League tak Hanya Akademis, Tapi Juga Kegiatan Ekstrakurikuler

Universitas unggulan di AS menilai mahasiswa dari akademis, kepemimpinan, dan esai.

Red: Erik Purnama Putra
Mahasiswa berjalan di halaman Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.
Foto: AP
Mahasiswa berjalan di halaman Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ivy League merupakan kelompok universitas tertua dan paling elite dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris, yang kerap menjadi destinasi favorit orang tua yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya. Namun, untuk bisa menembus universitas kelas dunia bukanlah pekerjaan yang mudah.

Persaingan masuk Universitas Brown, Universitas Columbia, Universitas Cornell, Perguruan Tinggi Dartmouth, Universitas Harvard, Universitas Pennsylvania, Universitas Princeton, Universitas Yale, Universitas Oxford, hingga Universitas Cambridge, yang dikenal memiliki sarana dan prasarana melimpah, sangat sulit.

Sebagai contoh, pada tahun ajaran 2022, Harvard University hanya menerima 4,59 persen dari 42.749 pelajar yang melamar. Beratnya kompetisi menjadi pemicu utama bagi pelajar-pelajar berprestasi seluruh dunia untuk membangun profil yang sebaik-baiknya.

Baca juga : Syarat Penerimaan TNI Diubah, Tinggi Calon Taruna Minimal 160 Sentimeter

Seorang alumnus interviewer di University of Chicago dan US University Admissions Strategist, Lyn Han, menjelaskan tentang seleksi masuk di universitas Ivy League. Menurut dia, dalam menyeleksi semua calon mahasiswanya, universitas unggulan di AS dan Inggris tidak hanya menilai pencapaian akademis, tetapi juga kegiatan ekstrakurikuler dan kepemimpinan, serta kepribadian calon mahasiswa yang tersirat melalui penulisan esai dan wawancara.

"Selama ini, ada anggapan yang kuat bahwa pelajar yang memiliki nilai rapor sempurna pasti bisa menembus universitas unggulan seperti Harvard University atau University of Oxford. Pencapaian akademis memang penting, tetapi bukan golden ticket yang dapat menjamin keberhasilan seseorang dalam menembus universitas kelas dunia," jelas Lyn Han dalam kegiatan 'Extracurricular & Leadership Building Profile Seminar with Crimson Education' di Jakarta Selatan, belum lama ini.

Dalam seleksi penerimaan mahasiswa, universitas unggulan di AS menilai semua calon mahasiswanya berdasarkan tiga hal utama, yaitu pencapaian akademis (bobot 40 persen), profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan (30 persen), serta esai dan wawancara (bobot 30 persen).

Country Manager Indonesia di Crimson Education, Vanya Sunanto,  menyampaikan, adanya perbedaan antara pendekatan dalam sistem pendidikan di Indonesia yang cenderung mengutamakan pencapaian akademis dengan sistem pendidikan di AS dan Inggris yang holistik. Masalah itulah yang coba dijembatani oleh Crimson Education melalui layanan konsultasi dan bimbingan seleksi penerimaan universitas di AS dan Inggris.

Baca juga : Alami Nyeri Kronis Seperti Lady Gaga? Jangan Menyerah, Ini 5 Cara Mengelolanya

"Di Crimson, kami selalu mengawali layanan kami dengan menggali segala sesuatu tentang calon siswa kami, mulai dari bakat, minat, kelebihan, kekurangan, aspirasi, hingga cita-cita yang ingin ia capai," kata Vanya.

Dengan analisis yang menyeluruh, pihaknya tidak hanya merancang rencana akademis yang terpersonalisasi dan memberikan bimbingan akademis, tetapi juga bimbingan non-akademis yang mencakup pengembangan profil ekstrakurikuler dan kepemimpinan, penulisan esai, dan persiapan wawancara.

"Semuanya kami lakukan secara strategis dan statistik kami telah membuktikan bahwa pendekatan ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik daripada pendekatan yang semata-mata mengandalkan pencapaian akademis," jelas Vanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement