Rabu 28 Sep 2022 09:13 WIB

UMM Ungkap Taktik Pembelajaran Anatomi Selama Pandemi Covid-19

Pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar terutama bidang kesehatan

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengadakan 2nd International Conference on Medical and Health Science (ICMedH) 2022, beberapa waktu lalu.
Foto: Dok. Humas UMM
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengadakan 2nd International Conference on Medical and Health Science (ICMedH) 2022, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar terutama di bidang kesehatan dan klinis. Oleh karena itu, inovasi-inovasi dan teknologi harus dikedepankan.

Pernyataan tersebut pada dasarnya disampaikan Profesor Eduardo Pons-Fuster Lopez dalam 2nd International Conference on Medical and Health Science (ICMedH) 2022 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ia merupakan peneliti yang berasal dari Departemen Anatomi Manusia dan Psikobiologi Fakultas Kedokteran University of Murcia, Spanyol.

Baca Juga

Ada pun agenda tersebut diadakan secara daring oleh Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (Fikes UMM). Pada kegiatan tersebut, turut hadir lebih dari 70 peneliti dan pekerja kesehatan untuk menjelaskan artikel ilmiah sekaligus menambah jaringan kolaborasi. Kemudian juga dihadiri 100 mahasiswa yang ikut dan menyimak konferensi ini.

Lebih lanjut, Eduardo menjelaskan terkait tantangan dalam pembelajaran anatomi manusia selama pandemi. Selama ini, ia membagi pembelajaran dalam tiga skenario yakni virtual, hibrida dan luring.

Rancangan strategi pengajaran selama masa pandemi dilakukan secara virtual melalui Zoom di mana terdapat dokumentasi-dokumentasi pendukung berupa foto dan video pembelajaran. Ujian pun dilakukan secara daring. Ketika situasi sudah dirasa sedikit membaik, pembelajaran diubah menjadi model hibrida.

"Ketika sudah membaik, prosesnya bisa diubah menjadi offline dengan penerapan social distancing," katanya dalam pesan resmi yang diterima Republika.

Ia juga telah melakukan evaluasi terkait pembelajaran anatomi selama pandemi. Data yang ada menunjukkan bahwa nilai ujian mahasiswa pada Januari 2020 lebih baik, dibandingkan Juni dan Juli 2020 saat pandemi mulai menyerang.

Nilai rata-rata mahasiswa pada Januari 2020 berada di angka 5,9/10 dan yang berhasil melewati ujian ada sebanyak 70 persen. Sementara itu, ketika pandemi dan menggunakan skenario pembelajaran virtual, angka kelulusan berada diangka 43,5 persen dengan nilai rata-rata 4,16/10. Kemudian dalam skenario kelas hibrida, angka kelulusannya hanya 30 persen dengan rata-rata nilai 2,56/10.

Menurut dia, pembelajaran tatap muka dalam mempelajari anatomi manusia merupakan pembelajaran yang paling efektif. Pembelajaran secara virtual juga masih memungkinkan untuk digunakan. Akan tetapi, pembelajaran hibrida dirasa tidak efektif dan tidak memberikan kepuasan bagi para mahasiswa.

Di sisi lain, ada pula pembahasan mengenai tantangan bidang klinis dan pendidikan dalam menghadapi pandemi oleh Profesor Norenia T Dao-ayen. Ia merupakan dosen School of Nursing Saint Louis University, Filipina.

Menurutnya, pandemi membuat manusia bisa memaksimalkan teknologi ataupun tools online untuk melakukan pembelajaran. Meskipun perlu penyesuaian, kini pembelajaran tetap bisa terlaksana dengan baik. Setidaknya selama masa pandemi atau situasi tertentu harus mampu beradaptasi dan mencari cara untuk bertahan.

Selain keduanya, ada pula pembicara menarik lain seperti Profesod Djoni Djunaedi selaku Internist Consultant of Tropic and Infectious Disease UMM. Ia mengakaji perbandingan penderita liver sebelum dan sesudah adanya Covid-19. Kemudian juga terdapat pembicara lain seperti Nailis Syifa dan Sri Sunaringsih Ika Wardojo.

Sementara itu, Wakil Rektor I UMM Profesor Syamsul Arifin menilai, konferensi nasional maupun internasional memiliki peran penting. Hal ini terutama dalam merawat atmosfer pendidikan di lingkungan perguruan tinggi. Dia berharap kegiatan ini mampu memberikan solusi dan terobosan melalui paper-paper terkait kesehatan.

“Konferensi semacam ini tentu memberikan banyak benefit, seperti pertukaran pikiran dan ide, pengembangan riset, bahkan juga membangun kolaborasi sesama peneliti untuk melakukan penelitian baru," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement