Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fina Fatimah

Ayah Abai, Generasi Terbengkalai

Agama | Wednesday, 28 Sep 2022, 17:11 WIB
Sumber gambar : syincplanner.id

Ayah merupakan salah satu sosok yang berperan penting dalam keluarga. Sosok pemimpin yang mampu mengarahkan setiap anggota keluarganya dalam mewujudkan visi dan misi keluarga. Jika keluarga diibaratkan sebuah sekolah, seorang ibu adalah guru, maka ayahlah kepala sekolahnya yang mengatur dan memberikan arahan yang benar kepada setiap anggota keluarganya. Oleh karena itu, ayah harus hadir dan ikut andil dalam mendidik anak-anaknya, tidak semua peran pendidik ia serahkan kepada sang istri.

Namun apa jadinya jika salah satu atau beberapa peran penting ayah hilang? Lalu apa jadinya jika hal tersebut menimpa mayoritas ayah dalam suatu negara? apa yang akan terjadi kepada generasi saat ini?

Inilah yang dinamakan fatherless yang menurut para pakar parenting adalah ketidakhadirannya seorang ayah dalam sebuah keluarga baik secara fisik maupun psikologis. Mirisnya, Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas muslim mendapat peringkat ketiga sebagai fatherless country (negara yang peran ayahnya rendah dalam keluarga) di dunia (Jpnn.com 31/03/2021).

Tanpa disadari, hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rapuhnya sebuah keluarga yang merupakan benteng pertahanan terakhir kaum muslimin. Setelah runtuhnya pertahanan pertama kaum muslimin tepatnya pada 3 Maret 1924, kini keluargalah benteng pertahanan terakhir untuk melindungi generasi kaum muslimin dari gempuran nilai-nilai asing yang dapat merusak dan menghancurkan umat. Namun saat ini benteng terakhir itu mulai dibobol sedikit demi sedikit, maka yang terjadi kemudian adalah beberapa kerusakan di tubuh umat.

Irwan Rinaldy pakar keayahan dalam kesempatan seminar daring yang diselenggarakan Kemenppa menyampaikan ciri-ciri fatherless. Diantaranya adalah ketika umur biologis seorang anak khususnya anak laki-laki lebih maju dibanding dengan umur psikologisnya. Hal itu lah yang seringkali menjadi penyebab utama perceraian saat anak menikah kelak. Kebanyakan istri menggugat cerai karena kondisi psikologis suami yang belum matang. Fatherless juga menyebabkan anak mudah mengalami depresi, menjadi anti sosial, rentan menjadi pelaku kriminalitas dan kekerasan, terjerumus kepada seks bebas , narkoba, bahkan penyimpangan seksual seperti LGBT. (Kemenpa.go.id 10/09/2020)

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan ayah tidak maksimal dalam menjalankan peran pengasuhan dan juga peran qowwam-nya, diantaranya:

Kurangnya bekal ilmu agama dalam menjalankan pernikahan dan pengasuhan, apalagi saat ini tengah terjadi sekularisasi dalam negeri kaum muslimin, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Islam hadir dan didukung hanya sebatas dalam hal beribadah semata.Tersebar pemahaman di masyarakat awam bahwa hanya ibulah yang bertugas dalam mendidik anak-anaknya, sedangkan ayah fokus dan sibuk dalam pekerjaan. Padahal Allah dalam surah At-Tahrim ayat 6 memerintahkan setiap mukmin untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Maka laki-laki yang merupakan qawwam (pemimpin) dalam keluarga berkewajiban pula mendidik dan mengurus keluarganya agar terhindar dari jilatan api neraka kelak.Terjebak dalam rantai pengasuhan yang keliru. Tidak menutup kemungkinan bahwa ayah yang abai terhadap keluarganya merupakan hasil dari pola asuh yang serupa. Dan untuk ini, jika tidak ada salah satu yang memutus rantai itu, maka kekeliruan dalam pengasuhan akan berlanjut ke generasi-generasi selanjutnya.Tiadanya peran negara dalam menciptakan keutuhan keluarga. Negara berbasis kapitalis-liberal cenderung abai terhadap kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Hal ini menyebabkan rakyat seakan diperas setiap pikiran dan tenaganya hanya untuk bertahan hidup saja, hanya untuk tidak kelaparan saja. Sehingga banyak para ayah yang bersifat jumud, yakni tidak menghendaki perubahan untuk menjadi ayah yang lebih baik sesuai dengan Al-Qur’an. Hal ini juga yang membawa umat Islam kepada kemundurannya.

Minimnya peran ayah bagi keluarganya tidak lepas dari jauhnya umat Islam dari Islam itu sendiri. Kita dapati kisahnya pada masa ketika Islam masih tegak di muka bumi, banyak sekali sosok anak tanpa ayah namun hal tersebut tidak menghambatnya menjadi muslim yang hebat, bahkan rasulullah pun termasuk anak yang telah yatim dari lahir, namun atas izin Allah mampu memberikan perubahan besar kepada dunia. Ada pula imam syafi’i, seorang ulama yang namanya terkenal hingga saat ini, saat masih dua tahun sudah ditinggal ayahnya meninggal, namun ibunya berusaha memberikan pendidikan terbaik dengan mencarikannya guru yang hebat sebagai sosok ayah ideologisnya. Islam lah alasan dibalik ketangguhan para orang tua dan anak di masa itu.

Maka sebagai keluarga muslim, visi yang harus dibangun adalah menjadikan keluarga yang bertakwa kepada Allah ta’ala dan menjauhi hal-hal yang membuat diri dan keluarganya terjerumus kedalam api neraka. Visi ini akan mudah jika didukung juga dengan diterapkannya aturan-aturan Islam secara menyeluruh. Hal ini akan efektif dan efisien jika ada institusi kuat yang menerapkannya, yakni negara.

Dengan adanya negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh maka dalam bidang politik ekonomi, negara berasaskan Islam akan meringankan beban ayah sebagai pencari nafkah. Dalam bidang pendidikan, negara memberikan pendidikan secara cuma-cuma kepada umat sehingga memudahkan ayah dalam membekali dirinya dengan berbagai ilmu salah satunya ilmu menjadi seorang ayah. Kemudian dalam sistem pergaulan berlandaskan sistem pergaulan Islam yang dapat mencegah merajalelanya pergaulan bebas di kalangan pemuda. Di bidang media pun, negara akan menjadikan media sebagai edukasi untuk umat tanpa menyertakan nilai-nilai yang mampu merusak umat seperti kekerasan, pamer kekayaan, bahkan pornografi seperti yang terjadi di kebanyakan media kapitalis saat ini.

Maka, kita tak bisa berharap pada sistem yang menjauhkan kita dari Islam. Hanya sistem Islamlah yang mampu dan memudahkan para ayah menjalankan perannya sebagai seorang ayah dan membentuk keluarga yang bervisi surga.

Wallahu’alam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image