Kamis 29 Sep 2022 06:00 WIB

Perawakan Mulia Rasulullah SAW

Para sahabat mengenang perawakan Rasulullah yang memesonakan.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Partner
.
Foto: network /Fitriyan Zamzami
.

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Perawakan Mulia Rasulullah

Muhammad ibn Abdullah tumbuh menjadi seorang lelaki yang gagah dan tampan. Berbagai hadits merekam keterangan para sahabat dan istrinya bahwa Muhammad memiliki kulit yang putih kemerahan. Sunan Tirmidzi, Anas bin Malik menuturkan bahwa "Rasulullah tak sepenuhnya putih (al-abyad al-amhaq) kulitnya, juga bukan sangat gelap (adam)."

Rambut beliau hitam dan ikal, kerap dipanjangkan hingga menyentuh bahunya yang lebar dan ditandai segel kenabian.

Kaligrafi Muhammad SAW. (istimewa)
Kaligrafi Muhammad SAW. (istimewa)

Wajahnya bulat dengan hidung yang sedikit melengkung, alis mata yang nyaris bertemu di atas jembatan hidungnya. Memayungi mata hitam yang tajam dengan bulu mata lentik. Mulut beliau sedikit lebar, tanpa kumis dengan jenggot yang dipanjangkan sekepalan telapak tangannya. Giginya putih bersih dan sedikit renggang.

Ia tak terlalu tinggi, tak juga pendek. Bukan pula orang yang gemuk atau terlalu kurus. Dadanya bidang selalu tegak jika berdiri, perutnya rata, jari-jari tangannya panjang dan tebal. Rasulullah berjalan dengan lekas dan terlihat sedikit berjinjit seperti sedang menuruni bukit atau berjalan di genangan air. Ia berbicara dengan lemah lembut dengan kata-kata yang singkat dan jelas dan selalu menghadapkan seluruh tubuh kepada pihak yang diajak berbicara.

Seantero perawakannya memesona yang memandang. Abu Hurairah, seorang sahabat Rasulullah yang nantinya banyak meriwayatkan hadits bersaksi, ia tak pernah melihat manusia yang perawakannya lebih baik atau wajahnya lebih tampan dibandingkan Muhammad SAW.

Latar kelahiran dan masa kecil seperti itu, sedianya tak menguntungkan di tengah-tengah masyarakat Makkah saat itu. Ketiadaan ayah di masyarakat dengan kesukuan patrilineal yang kental seperti saat itu membuat Muhammad kecil tak punya kesempatan sama sekali jadi kepala suku. Secara ekonomi, ia juga tak didukung orang tua yang berpunya. Artinya, nyaris tak ada warisan kedudukan dari segi nasab maupun warisan ekonomi yang jadi pondasi kukuh untuk menjamin kemewahan hidup Muhammad kecil.

Meski begitu, yang beliau alami sewaktu kecil semacam jadi pondasi untuk akhlaknya saat dewasa. Meneguhkan kepribadiannya yang santun dan adil; juga keberpihakannya bagi mereka-mereka yang dipandang sebelah mata di masyarakat, orang-orang miskin, yatim-piatu, hamba sahaya, para perantau.

Berdiri di depan lumah kelahirannya, kenangan-kenangan soal Rasulullah tersebut seperti mengalir deras. Perjalanan agung yang ia tempuh sejak lahir di lokasi tersebut hingga kemudian jadi tokoh pengubah dunia berkelebat lekas memicu jenis kerinduan yang khas di hati umat Islam. []

Baca juga:

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement