Kamis 29 Sep 2022 18:00 WIB

Kisah Baitullah dan Rasulullah

Rasulullah memiliki hubungan tersendiri dengan Ka'bah.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Partner
.
Foto: network /Fitriyan Zamzami
.

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Baitullah dan Rasulullah

Jika tiba di Makkah saat ini, bangunan seperti kubus itu tak akan langsung nampak. Ia diselubungi berlapis-lapis bangunan lain dan jalan-jalan yang berkelindan semacam labirin. Pilar-pilar akbar dan rombongan-rombongan manusia juga menghalanginya dari pandangan, menambah misteri dan memperpanjang penantian para peziarah setelah perjalanan yang sedemikian jauh dari berbagai penjuru dunia.

Buat banyak dari mereka, ini barangkali kesempatan satu-satunya menengok bangunan tersebut. Banyak yang menabung lama untuk bisa berdiri di depan bangunan yang jadi pusat arah shalat 2,5 miliar Muslim dan Muslimah seantero Bumi tersebut.

Ia baru nampak lengkap dalam kesederhanaan arsitekturnya setelah pengunjung berada setidaknya 50 meter sampai 80 meter dalam perimeter. Saya mula-mula terkesan dengan ukurannya. Gambar-gambar yang kebanyakan kita lihat mengesankan bahwa bangunan itu seperti kecil saja dikelilingi jutaan jamaah.

Ilustrasi Makkah di masa lalu. (islamichistorypics)
Ilustrasi Makkah di masa lalu. (islamichistorypics)

Nyatanya, ia berdiri setinggi kira-kira 13 meter dengan luas kira-kira 12 kali 11 meter, kain hitam menutupi lebih dari separuh bagian atasnya. Dudukan bangunan itu marmer putih setinggi lutut orang dewasa kemudian disambung batu bata dari batu granit hitam kehijauan. Pintunya terbuat dari emas, dengan kain penutup,kiswah, yang disingkap di bagian atas pintu tersebut.

Tanpa kisah apa-apa ia bangunan yang nampaknya amat sangat sederhana. Apalagi jika disandingkan dengan masjid-masjid agung di negara-negara Muslim. Kendati demikian, sejarah dan kesuciannya membuat siapapun terkesima saat menyaksikan untuk pertamakali.

Air mata jatuh dari mata tua-muda, perempuan-lelaki, segala bangsa. Pada musim haji, ratusan ribu manusia mengitarinya berlawanan dengan arah jarum jam seturut gerakan agung alam semesta.

Umat Islam bertawaf mengelilingi Ka'bah. (EPA)
Umat Islam bertawaf mengelilingi Ka'bah. (EPA)

Ka’bah, nama bangunan sederhana itu dipercayai sudah hadir di Makkah sejak lama sekali. Ia diriwayatkan sebagai rumah ibadah pertama yang didirikan oleh para malaikat, kemudian dipugar Nabi Adam AS, lalu dibangun kembali oleh Ibrahim dan Ismail putranya.

Jejak Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah saat ini terpatri pada sebuah batu yang dilingkupi pelindung kaca dan logam keemasan tak jauh dari pintu Ka’bah.

Meski maksudnya sebagai tempat menyembah Tuhan Yang Satu, seiring waktu Ka'bah dijadikan tempat menitipkan banyak sekali sesembahan lain. Pada masa muda Muhammad SAW, dikabarkan ada sebanyak 360 berhala mengelilingi dan di dalam Ka'bah.

Keberadaan Ka'bah itu juga yang dikisahkan membuat Makkah jadi kota ziarah. Berbagai suku di seantero Arabia biasanya datang ke Makkah pada bulan ke-11 kalender qomariyah untuk bertawaf mengelilingi Ka'bah. Masing-masing suku di Arabia dan lokasi-lokasi lainnya di Timur Tengah tersebut lalu menitipkan dewa mereka masing-masing di bangunan tersebut.

Sejarawan abad ke-8 Ibn Sa’ad dalam Kitab Tabaqat Alqubra menuturkan, pada sekitar tahun 600 Masehi, terjadi banjir besar di Makkah. Banjir yang dikhawatirkan menimbulkan sejumlah kerusakan pada Ka'bah.

Ka'bha pada masa lalu. (istimewa)
Ka'bha pada masa lalu. (istimewa)

Sebelum dilanda banjir pada tahun 600 Masehi tersebut, seperti dikisahkan Syekh Mubarakpury, tembok Ka’bah terdiri dari susunan batu-batu yang sedikit saja lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa saat itu. Bentuknya sudah seperti itu sejak dibangun Nabi Ibrahim dan Ismail.

Ia bangunan tanpa atap yang mengundang banyak maling mencuri barang-barang berharga di dalamnya. Batu-batu tua yang rapuh itu, serta banjir yang datang memunculkan kekhawatiran soal keberlangsungan bangunan itu.

Suku-suku di Makkah kemudian bersepakat bergotong-royong memugar Ka'bah. Saat itu, arsitek yang dipercaya mengawasi renovasi Ka’bah adalah seorang Eropa dari kerajaan Romawi bernama Pachomius.

Al Walid bin al-Mughirah dari Bani Makhzum yang memulai pembongkaran tembok lama Ka’bah. Setelah menyaksikan Al Walid tak mendapat tulah dari aksinya, masing-masing suku kemudian mendapat jatah merestorasi masing-masing sisi dan rukun Ka'bah.

Dinding Ka’bah kala itu ditinggikan mencapai 15 meter dengan panjang masing-masing sisi serupa dengan panjang bangunan saat ini. Ka’bah dibangun sesuai arah aslinya, dengan empat sudut masing-masing menghadap arah mata angin. Sumbu panjang bangunan tersebut merujuk arah terbit bintang Kanopus di selatan, sumbu pendeknya seturut arah terbit matahari pada titik balik musim panas dan terbenam matahari pada titik balik musim dingin.

Jamaah haji bertawaf mengelilingi Ka'bah. (AP Photo/Amr Nabil)
Jamaah haji bertawaf mengelilingi Ka'bah. (AP Photo/Amr Nabil)

Pintunya di sisi timur laut, ditinggikan dari tanah untuk menghindari banjir di masa datang. Sementara dinding barat laut rencananya dibangun setengah lingkaran sesuai bentuk yang didirikan Nabi Ibrahim dan Ismail.

Kendati demikian, saat itu suku-suku Quraish kehabisan dana dari penghasilan jujur sehingga rencana itu diabaikan. Dinding setengah lingkaran itu hanya terbangun sebagian dan tembok yang diapit sudut utara dan barat akhirnya dibuat lurus meninggi.

Sebab itulah, Rasulullah belakangan bersabda bahwa melakukan shalat di kawasan antara dinding barat laut dan setengah lingkaran pagar tembok di depannya layaknya melakukan shalat di dalam Ka’bah. Kawasan itu dikenal dengan nama Hijr Ismail atau juga Hatim.

Saat pemugaran pungkas, para petinggu suku-suku kemudian berebut soal siapa yang paling berhak mengembalikan Hajar Aswad, sebuah batu meteorit yang disucikan, pada tempatnya di sudut timur Ka'bah. Berhari-hari perdebatan itu tak mencapai titik temu dan pertumpahan darah hampir terjadi.

Pada hari ketiga atau kelima, mereka kemudian memutuskan untuk menyerahkan urusan itu pada orang terpercaya. Saat itu, datanglah Muhammad SAW menuju Ka'bah. Masih tergolong muda, Muhammad SAW sudah terkenal dengan kejujuran dan sikapnya yang adil.

Julukan al-Amin bukan begitu saja diberikan masyarakat Makkah untuk Muhammad saat itu. Sikap-sikapnya yang mulia, terpercaya, jujur dan adil serta bijaksana membuat Muhammad SAW nampak ganjil di tengah-tengah dekadensi moral penduduk Makkah.

Ia langsung ditunjuk menengahi perdebatan. Dengan cerdik Muhammad merentangkan kain, menempatkan Hajar Aswad di tengahnya, dan meminta perwakilan masing-masing suku mengangkat kain itu mendekati sudut Ka'bah untuk kemudian ia angkat sendiri Hajar Aswad dan ditempatkan di wadahnya. Dengan solusi tersebut, pertumpahan darah saat itu berhasil dihindarkan. Semuanya puas dan Ka’bah kembali jadi pusat Makkah yang diziarahi suku-suku dari berbagai tempat.

Jamaah haji dan umrah yang mengunjungi Masjidil Haram saat ini paham, ada sejumlah pintu gerbang utama memasuki tempat suci tersebut. Utamanya, Gerbang Babussalam di bagian timur, Gerbang Malik Abdulaziz di bagian selatan, Gerbang Malik Fahd di bagian barat daya, dan Gerbang Alfatah di barat laut.

Kendati demikian, bukan melalui gerbang-gerbang itu saja jamaah bisa memasuki Masjidil Haram. Sedikitnya 120 pintu-pintu mengelilingi masjid dengan luas sekitar 350 ribu meter persegi tersebut.

Kira-kira 36 dari pintu-pintu tersebut, termasuk pintu-pintu utamanya, memiliki nama-masing-masing. Terlepas dari upaya Kerajaan Saudi yang terkesan mengaburkan konteks sejumlah lokasi bersejarah di area Masjidil Haram, kenang-kenangan masih bisa dirujuk melalui nama pintu-pintu tertentu di Masjidil Haram.

Salah satu konteks yang masih dipertahankan adalah penamaan Babussalam alias “Gerbang Kedamaian”. Gerbang itu jadi salah satu pintu masuk utama jamaah haji dan umrah sehubungan keyakinan bahwa Rasulullah SAW kerap melewati jalur tersebut ketika hendak ke Ka'bah dari kediamannya.

Seturut perluasan Masjidil Haram yang sudah berulang kali, gerbang itu tentu bukan berdiri pada lokasi awalnya. Ia saat ini berada di bagian timur jalur Sa’i, jauh dari posisinya pada masa lalu yang lebih dekat dengan Ka'bah di sebelah barat jalur Sa’i.

Sekira sepuluh meter ke arah Bukit Marwah dari Babussalam, ada sebuah undakan menurun menuju gerbang kecil lainnya bernomor 22. Saat saya kunjungi lalu, dua dari tiga pintu yang berjejer di gerbang tersebut diberi penghalang. Nama gerbang tersebut, Babul Bani Shaibah.

Dengan perimeter dan jarak serta lokasi berdampingan Babussalam dan Babul Bani Shaibah di perluasan Masjidil Haram saat ini, keduanya memang sedianya memiliki akar lokasi yang sama yang jauh lebih dekat ke Ka'bah. Jalur tempat datangnya Sang Penengah saat Ka’bah dipugar.

Ka’bah yang dipugar tersebut, bahkan hingga seribu tahun lebih setelah pemugaran, bakal jadi simbol agung kepatuhan umat Islam terhadap Ilah mereka. Ia jadi salah satu bagian wajib pelaksanaan ibadah haji yang kelak jadi satu dari lima rukun Islam. []

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement