Sabtu 01 Oct 2022 05:05 WIB

BI Tekankan Pelemahan Mata Uang Terjadi Secara Global

Dolar AS hampir menguat terhadap seluruh mata uang baik mata uang negara utama.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebut pelemahan rupiah karena sentimen penguatan dolar AS. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengatakan dolar AS hampir menguat terhadap seluruh mata uang baik mata uang negara utama maupun negara berkembang.

"Jadi, pelemahan rupiah sebetulnya merupakan dampak dari sentimen penguatan dolar AS, padahal ekonomi Indonesia secara umum masih dinilai positif oleh pelaku pasar," katanya pada Republika.co.id, Jumat (30/9/2022).

Baca Juga

Tentu dalam kondisi seperti ini BI mengawal dengan triple intervention. Strategi triple intervention dilakukan melalui intervensi jual di pasar spot, pasar Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF) atau pasar berjangka valas serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Strategi triple intervention dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas Rupiah. Edi mengatakan BI memastikan mekanisme pasar tetap berjalan dan juga untuk menghindari pelemahan yg berlebihan.

"Dengan triple intervention yang BI lakukan, kami melihat pelemahan rupiah relatif lebih terbatas dibandingkan negara peers dalam periode satu bulan terakhir," katanya.

Nilai tukar pada 21 September 2022 terdepresiasi 1,03 persen (ptp) dibandingkan dengan akhir Agustus 2022 atau 4,97 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Ini dinilai relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 7,05 persen, Malaysia 8,51 persen, dan Thailand 10,07 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement