Ahad 02 Oct 2022 19:08 WIB

Bekarang Tradisi dan Kearifan Lokal di Bumi Serasan Sekate

Bekarang sudah ada turun temurun sejak masa lalu. Tidak ada data pasti kapan tradisi ini berlangsung di Muba

Rep: MASPRIL ARIES/ Red: Partner
.
Foto: network /MASPRIL ARIES
.

Warga bekarang ikan beramai-ramai di Sekayu. (FOTO : Diskominfo Muba)

KAKI BUKIT – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tahun 2022 ditandai dengan berbagai kegiatan, dari upacara resmi di dalam ruang ber-AC sampai tradisi di ruang terbuka, salah satunya adalah tradisi “bekarang.”Bekarang ini tradisi yang harus terus kita lestarikan,” kata Pejabat Bupati Muba Apriyadi saat meresmikan acara tersebut, Kamis, 29 September 2022 di Sekayu.

Bekarang sudah ada turun temurun sejak masa lalu. Tidak ada data pasti kapan tradisi ini berlangsung di Muba? Juga tidak ada data dan informasi dari mana asal usul tradisi bekarang. Ternyata bekarang bukan hanya tradisi yang hidup dalam masyarakat di Kabupaten Muba. Bekarang di Sumatera Selatan (Sumsel) juga ada ditemukan di daerah lain, diantaranya di Kabupaten Lahat dan Kota Palembang, tepatnya di Kecamatan Gandus masyarakatnya masih menjaga tradisi bekarang.

Di luar Sumsel juga dikenal tradisi bekarang, seperti di Kabupaten Muara Jambi dan Batanghari, Provinsi Jambi. Juga ditemukan ada di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Apa itu “bekarang”? Mencari jawabannya di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemui kata tersebut, yang ada kata “berkarang” artinya mencari karang di laut. Ada yang mengartikan bekarang sebagai kegiatan menangkap ikan secara bersama-sama dan sifatnya massal menggunakan alat sederhana. Bekarang sekaligus bertujuan memupuk kerjasama, kekompakan dan silaturahmi antara warga. “Ada nilai-nilai sosial yang terkandung dalam bekarang, sekaligus ramah lingkungan,” kata Apriyadi.

Ada juga yang menyebutkan bahwa bekarang merupakan tradisi masyarakat dalam menangkap ikan, yang dilakukan secara bersama-sama dengan menggunakan tangkul, lukah, jalo, dan ngecal. Atau bekarang sebagai sebuah tradisi menangkap ikan secara bersama-sama di lubuk larangan.

Mengutip Rahma Syafitri , Irvan Hasan Ashari, Tri Apriadi dalam penelitiannya berjudul “Bekarang: Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Pulau Bintan” (2022), “Bekarang menurut Kamus Lembak Indonesia memiliki arti yaitu mencari ikan pada saat air surut.”

Kemudian berdasarkan hasil penelusuran, istilah bekarang juga digunakan oleh masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Diantaranya, seperti Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) menggunakan istilah bekarang sebagai aktivitas menangkap ikan menggunakan tangkul ketika air surut.

Istilah bekarang juga digunakan di Kecamatan Gandus, Palembang yaitu bekarang iwak atau menangkap ikan yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Juga ada di Dusun Gunung Kembang, Kabupaten Lahat memakai istilah bekarang sebagai aktivitas menangkap ikan tahunan pada lokasi yang dilarang untuk menangkap ikan dalam jangka waktu satu tahun. Di Sumsel sudah sejak lama dikenal istilah atau tradisi bekarang sebagai aktivitas menangkap ikan secara khusus yang berlangsung di perairan daratan atau menangkap ikan air tawar.

Berbeda halnya dengan bekarang di Pulau Bintan. Menurut Rahma Syafitri dan kawan-kawan, aktivitas bekarang di pulau tetangga Singapura ini dapat diartikan sebagai kegiatan mencari sumberdaya ikan dengan berjalan kaki ketika air laut dalam kondisi surut. Sumberdaya ikan yang dijadikan target tangkapan masyarakat Pulau Bintan ketika bekarang yaitu kerang-kerangan dan siput-siputan, serta hasil laut lainnya yang dapat dikonsumsi.

Aktivitas bekarang di Pulau Bintan biasa dilakukan pada bagian pesisir yang kering ketika air laut dalam kondisi surut. Aktivitas bekarang oleh masyarakat pesisir biasa hanya menjadi pekerjaan sambilan, tidak setiap hari. Bekarang hanya dilakukan pada saat kondisi surut terendah (surut jauh). Hasil tangkapannya pun biasa hanya untuk konsumsi pribadi.

Jadi di Pulau Bintan, bekarang memiliki pengertian yang berbeda dengan di Muba. Bekarang di sini berarti aktivitas warga di ekosistem padang lamun yang mengumpulkan moluska (hewan berbadan lunak, sering bercangkang keras, misalnya siput) dengan tangan. Bekarang di pulau ini adalah kearifan lokal sebagai bagian dari upaya konvservasi alam. Nelayan di sini dalam menangkap ikan dan lainnya di laut juga dilarang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Warga juga menetapkan titik lokasi tertentu yang tidak boleh dilakukan aktivitas penangkapan.


Wisata dan Tari

Pj Bupati Muba Apriyadi (tengah bertopi merah) membuka Festival Bekarang 2022.

Bekarang dapat dikatakan sebagai cara penangkapan ikan lestari sebagai salah satu upaya untuk tetap menjaga sumberdaya ikan. Seperti Pulau Bintan dikenal sebagai salah satu pulau di Nusantara yang memiliki sumberdaya ikan yang melimpah. Bekarang adalah tradisi yang menyimpan pesan tentang cara menangkap ikan yang benar dan tidak merusak habitat dan lingkungan di perairan. Bekarang menjadi cara menangkap ikan tanpa merusak ekosistem.

Di Kabupaten Batanghari, tradisi bekarang dijadikan sebuah lomba yang dinamakan “Lomba Bekarang Besamo.” Peserta lomba adalah warga yang datang dari berbagai desa di daerah ini. Saat bekarang mereka harus menggunakan alat penangkap ikan tradisional yang berbahan dasar dari bambu dan rotan yang dianyam. Warga di sana menyebutnya “serkam” dan “ambung.”

Hasil tangkapan ikan bekarang jumlahnya bisa mencapai ratusan kilogram dengan berbagai jenis ikan air tawar. Ada ikan patin, ikan nila, ikan gabus, ikan lele, ikan gurame, ikan mas, ikan baung, ikan tembakang, ikan toman dan jenis ikan lainnya.

Bekarang di Muba selain tradisi juga menjadi salah satu destinasi wisata populer di Indonesia. Buktinya pada even Anugerah Pesona Indonesia (API) Award yang diselenggarakan setiap tahun, pada API Awar 2020, bekarang Muba menjadi pemenang dan terpopuler untuk kategori wisata air mengalahkan, Island Hoping Pulau Mekko di Kabupaten Flores Timur – NTT dan Surfing Samadua di Kabupaten Aceh Selatan – Aceh.

Bekarang selain sebagai tradisi yang memiliki kearifan lokal dan ramah lingkungan, di beberapa tempat bekarang dijadikan obyek wisata sekaligus rekreasi bagi masyarakat karena bekarang ini biasanya berlangsung satu dalam setahun, menunggu ikan yang akan ditangkap sudah layak konsumsi. Sekaligus dikaitkan dengan momen tertentu sehingga selalu ditunggu masyarakat karena telah menjadi agenda tahunan.

Tidak hanya itu, tradisi bekarang juga mampu menginspirasi koreografer tari menjadikan sebuah tarian. Seperti tarian berjudul “Sangkut dak Menyauh” terinspirasi dari tradisi bekarang di Kabupaten Muara Jambi.

Dalam penelitian Suaida, Susas Rita Loravianti, Eduard Zabua dari ISI Padang Panjang berjudul “Dampak Teknologi Atas Nilai-Nilai Sosial pada Tradisi Bekarang sebagai Sumber Penciptaan Karya Tari Sangkut Dak Menyauh” (2020) menyebutkan, “Pengkarya menginterpretasikan dampak teknologi memengaruhi nilai sosial dalam tradisi bekarang sebagai ekspresi personal dalam bentuk tari kontemporer dengan tipe abstrak tema lingkungan yang menyampaikan nilai-nilai sosial.”

Bekarang adalah inspirasi untuk ekosistem yang ramah lingkungan, juga inspirasi yang menyebarkan nilai-nilai sosial yang hidup dan terus tumbuh di tengah masyarakat.

Bekarang adalah tradisi yang menyimpan pesan tentang cara menangkap ikan yang benar dan tidak merusak habitat dan lingkungan di perairan. Bekarang menjadi cara menangkap ikan tanpa merusak ekosistem. (maspril aries)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement