Senin 03 Oct 2022 10:58 WIB

Kemendikbudristek: Daya Hidup Bahasa Daerah Memprihatinkan

Pada 2018, 11 bahasa daerah hilang. Kini, daya hidup bahasa tidak naik.

Red: Ratna Puspita
Ilustrasi bahasa daerah. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) E Aminuddin Aziz mengatakan daya hidup bahasa daerah di Tanah Air memprihatinkan.
Foto: mgrol100
Ilustrasi bahasa daerah. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) E Aminuddin Aziz mengatakan daya hidup bahasa daerah di Tanah Air memprihatinkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) E Aminuddin Aziz mengatakan daya hidup bahasa daerah di Tanah Air memprihatinkan. Tidak ada satu pun bahasa daerah yang daya hidupnya naik.

"Jumlah bahasa daerah kita yang teridentifikasi sebanyak 718 bahasa. Pada 2018, sebanyak 11 bahasa daerah hilang. Pada 2021, kami melakukan kajian daya hidup bahasa daerah, ternyata memprihatinkan," ujar Aminuddin di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Baca Juga

Menurunnya daya hidup bahasa daerah juga telah menjadi fenomena global. Setiap dua pekan hilang satu bahasa daerah dan dalam 30 tahun ada bahasa ibu yang mati.

"Kami melakukan kajian terhadap 24 bahasa daerah. Daerah yang melemah, kalau dulu ada di Indonesia bagian timur, sekarang juga terjadi di Indonesia bagian barat," kata dia.

Pengguna bahasa daerah yang terbesar adalah Jawa dengan 99 juta pengguna, diikuti dengan bahasa Sunda, yakni 48 juta pengguna. Dalam dua tahun terakhir, setidaknya terjadi pengurangan sebanyak dua juta pengguna bahasa Sunda.

Kemendikbudristek juga melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan melakukan pendekatan yang berbeda. Mulai dari menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal hingga memperbolehkan penggunaan bahasa daerah bagi kelas satu, dua dan tiga SD.

"Penggunaan bahasa daerah diperbolehkan di sekolah, terutama di daerah pinggiran," katanya.

Selain itu, ada pembelajaran dengan menggandeng para maestro di daerah tersebut. "Dengan adanya program revitalisasi bahasa daerah, dimungkinkan untuk dilakukan dengan pembiayaan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement