Senin 03 Oct 2022 18:50 WIB

Tragedi Kanjuruhan, Kiai SAS: Saatnya Taubat Nasional

Kiai SAS meminta tak perlu saling menyalahkan dalam Tragedi Kanjuruhan.

Red: Muhammad Hafil
Tragedi Kanjuruhan, Kiai SAS: Saatnya Taubat Nasional. Foto: KH Said Aqil Siroj
Foto: Dok Republika
Tragedi Kanjuruhan, Kiai SAS: Saatnya Taubat Nasional. Foto: KH Said Aqil Siroj

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Tragedi Kanjuruhan adalah sejarah kelam sepanjang sejarah sepak bola nasional Indonesia. Dikabarkan 129 nyawa manusia hilang sia-sia dalam laga Arema VS Persebaya, pada 1 Oktober 2022.

Hasil investigasi lapangan sementara menyimpulkan, bahwa sebagian besar korban yang meninggal diakibatkan terinjak dan sesak nafas.  Menko Polhukam Mahfud MD telah menekankan bahwa tragedi ini bukan pertikaian antar pendukung sepak bola.

Baca Juga

Karena, pendukung Persebaya dilarang untuk hadir oleh karena tim tandang. Kericuhan terjadi akibat skor kekalahan sementara Arema dari Persebaya.

Kiai Said Aqil Siroj sebelum memulai kajian kitab yang berlangsung secara rutin di pesantren Al-Tsaqafah, turut berbelasungkawa secara mendalam.

Dirinya mengajak seluruh elemen bangsa melakukan “Taubat Nasional”, tanpa harus mencari-cari kesalahan pihak lain. 

“Mari kita membacakan Al-Fatihah kepada mereka yang menjadi korban, semoga diampuni dosa-dosanya. Melihat beberapa tragedi yang bertubi-tubi atas bangsa ini. Saya mengajak semuanya (elemen bangsa), untuk sama-sama melakukan Taubat Nasional," katanya.

Kiai Said juga menekankan, bahwa tragedi Kanjuruhan ini tidak perlu mencari-cari kesalahan pihak atau orang lain. Ini adalah cobaan dari Allah, dan selalu ada hikmah dibalik ujian ini. 

Deputi Kajian Said Aqil Siroj Institute, Abi Rekso memaknai seruan Taubat Nasional Kiai Said Aqil sebagai agenda refleksi bersama. Ini adalah ajakan yang meneduhkan tanpa harus menghakimi pihak atau orang lain.

“Jika orientasinya mencari kesalahan saja, maka akan ada polemik baru di tengah masyarakat. Kita jangan giring opini publik kesana. Di samping jumlah korban yang terus bertambah. Kita sepakat tragedi ini sejarah paling kelam sepak bola Indonesia dan dunia. Perlu adanya kebesaran hati kita, menerima tragedi ini sebagai pelajaran getir bagi bangsa dan dunia sepak bola kita," Papar Abi Rekso.

Dirinya juga menyadari bahwa sepak bola tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat. Namun, membangun kesadaran publik sepak bola atas pentingnya sportifitas juga keutamaan. Agar tragedi seperti ini tidak pernah terulang lagi di Indonesia maupun Internasional. Yang jauh lebih penting, jangan sampai tragedi Kanjuruhan ini diproduksi untuk kepentingan politis kaum elit.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement