Selasa 04 Oct 2022 13:30 WIB

Penyandang Disabilitas Intelektual Lebih Rentan Alami Patah Tulang

Patah tulang lebih mungkin terjadi pada penyandang disabilitas pria dan wanita.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Patah tulang lebih mungkin terjadi pada penyandang disabilitas pria dan wanita.
Foto: www.freepik.com.
Patah tulang lebih mungkin terjadi pada penyandang disabilitas pria dan wanita.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam studi paling komprehensif dari jenisnya, para peneliti di Oxford University dan Oxford Health NHS Foundation Trust menemukan tingkat patah tulang yang jauh lebih tinggi pada orang dengan disabilitas intelektual. Patah tulang jauh lebih mungkin terjadi apabila dibandingkan dengan orang dengan usia dan jenis kelamin yang sama tanpa disabilitas intelektual.

Para peneliti, yang dipimpin oleh Peneliti Klinis Senior Valeria Frighi di Departemen Psikiatri, melihat tingkat patah tulang yang tercatat, baik dalam praktik umum atau catatan rumah sakit, selama periode 20 tahun, 1998-2017. Mereka membandingkan tingkat antara 43 ribu individu dengan cacat intelektual (juga dikenal sebagai ketidakmampuan belajar) dan 215 ribu tanpa cacat sepanjang perjalanan hidup.

Baca Juga

Studi yang dipublikasikan akses terbuka di eClinicalMedicine, menemukan bahwa tingkat patah tulang secara substansial lebih tinggi pada mereka yang memiliki disabilitas intelektual. Insiden fraktur mulai meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi pada mereka dengan disabilitas intelektual, peningkatannya dimulai bertahun-tahun lebih awal dari yang diperkirakan.

Jenis tulang yang paling terpengaruh oleh patah tulang menunjukkan osteoporosis dini sebagai dasar yang mendasari peningkatan angka tersebut. Tingkat patah tulang pinggul sangat meningkat.

Tingkat yang sebanding dari patah tulang pinggul terjadi sekitar 15 sampai 25 tahun sebelumnya pada orang dengan cacat intelektual. Misalnya, pada usia 45 tahun, wanita dengan disabilitas intelektual memiliki tingkat patah tulang pinggul yang sama dengan wanita berusia 60 tahun tanpa disabilitas intelektual.

Pria berusia empat puluh lima tahun dengan disabilitas intelektual memiliki tingkat patah tulang pinggul yang sama dengan pria berusia 70 tahun tanpa disabilitas intelektual.

Margaret Smith, Ahli Statistik dan Epidemiologi Senior dari Departemen Ilmu Kesehatan Perawatan Primer Nuffield memperkirakan pada 10 ribu wanita di atas 50 tahun dengan disabilitas intelektual, 53 diperkirakan akan mengalami patah tulang pinggul selama satu tahun dibandingkan dengan 23 pada populasi umum. Untuk pria berusia di atas 50 tahun, angka ini masing-masing adalah 38 dan 10.

“Patah tulang pinggul sangat merusak bagi individu, sering menyebabkan cacat fisik permanen, dapat menyebabkan kematian dini, dan sangat mahal untuk NHS dan perawatan sosial. Untuk sebagian besar, mereka juga dapat dicegah jika risiko diakui dan dikelola secara memadai,” demikian dikutip dari laman Ox.ac.uk, Selasa (4/10/2022).

Penelitian yang sedang berlangsung oleh tim yang sama sedang menyelidiki alasan tingginya angka patah tulang pada orang dengan disabilitas intelektual. Ini bisa termasuk gangguan massa tulang karena keterbatasan mobilitas dan gaya hidup, kecenderungan untuk jatuh, dan kondisi medis yang menyertainya.

Strategi pencegahan patah tulang aktif harus mencakup latihan fisik yang aman, pengurangan risiko jatuh, mengatasi gangguan medis yang menyertai, dan memastikan optimalisasi asupan vitamin D dan kalsium. Dianjurkan agar pedoman klinis seger diperbarui untuk memasukkan penyandang disabilitas intelektual pada mereka yang berisiko mengalami patah tulang osteoporosis, khususnya patah tulang pinggul.

Penulis utama Valeria Frighi, Peneliti Klinis Senior di Departemen Psikiatri, mengatakan studi ini telah mengidentifikasi kebutuhan kesehatan yang penting dan saat ini tidak terpenuhi pada populasi penyandang disabilitas intelektual. Dokter harus mempertimbangkan untuk menangani masalah kesehatan tulang selama pemeriksaan kesehatan wajib tahunan yang ditawarkan kepada orang-orang dengan disabilitas intelektual.

Studi ini didanai oleh National Institute for Health and Care Research (NIHR), dan didukung Royal Osteoporosis Society, Royal Mencap Society, Down's Syndrome Association.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement