Kamis 06 Oct 2022 05:48 WIB

Bima Sebut Surat PT MNR Terkait Wisata Glow di KRB Keliru

Bima menyesalkan penggunaan bahasa PT MNR dalam surat yang tidak tepat.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Erik Purnama Putra
Pengelola Kebun Raya Bogor, PT Mitra Natura Raya (MNR) mengajak awak media menyaksikan konsep wisata Glow pada Kamis (30/10) malam WIB.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Pengelola Kebun Raya Bogor, PT Mitra Natura Raya (MNR) mengajak awak media menyaksikan konsep wisata Glow pada Kamis (30/10) malam WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Keberadaan wisata malam Glow di Kebun Raya Bogor (KRB) di bawah pengelolaan PT Mitra Natura Raya (MNR) hingga kini masih terus mengundang polemik. Teranyar, beredar surat dari PT MNR yang ditujukan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sebagai balasan surat yang dilayangkan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.

Bima membenarkan menerima surat PT MNR terkait dengan sikap Pemkot Bogor yang meminta wisata malam Glow dihentikan. Dia menyampaikan, pemkot mengirim surat kepada PT MNR karena situasi yang tidak kunjung kondusif di lapangan. Menurut dia, pemkot meminta PT MNR untuk membangun komunikasi dengan IPB, budayawan, dan pihak lainnya.

"Tetapi itu tidak berbuah hasil. Untuk itu saya mengirimkan surat meminta agar pihak PT MNR menghentikan dahulu kegiatan di situ, namun per tanggal 30 September 2022 saya menerima surat dari PT MNR yang kalau dari isinya saya menyimpulkan bahwa PT MNR ini keliru memahami kewenangan pemkot terhadap Kebun Raya," ucap Bima di Kota Bogor, Selasa (4/10/2022).

Bima menyayangkan isi surat yang dilayangkan PT MNR kepada pemkot. Pasalnya, bahasa yang digunakan dalam surat tersebut sangat tidak pas serta mencerminkan pemahaman yang sangat keliru. Dia menuding, PT MNR tidak mengikuti kuputusan pemkot untuk menghentikan operasional, bahkan memintanya menyampaikan langsung ke presiden.

"Ini pemahaman yang sangat keliru, saya kira pemkot akan mengevaluasi keberadaan PT MNR dan kerja sama dengan KRB. Kalau berdasarkan undang-undang dan aturan seharusnya begitu ada pihak ketiga disitu maka pemkot memiliki kewenangan untuk menarik pajak, bukan hanya retribusi dari KRB," kata Bima.

Selain itu, lanjut Bima, pemkot juga memiliki kewenangan untuk memberikan izin berdasarkan Perda Cagar Budaya tahun 2019. Apapun kegiatan di situ harus meminta izin wali kota, karena lantaran KRB sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Adapun perda itu berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya juncto Ketentuan Pasal 109 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya juncto Ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya.

Dari UU tersebut, terungkap jelas setiap orang dapat melakukan pengembangan cagar budaya setelah memperoleh izin wali kota dan pemilik dan/atau yang menguasai cagar budaya. Merujuk Pasal 85 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2010 juncto Pasal 44 ayat (3) Perda Nomor 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya, pemerintah daerah memfasilitasi pemanfaatan cagar budaya berupa izin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian dan lain-lain.

"Bagaimana mungkin satu wilayah, yang luas di pusat kota menjadi heritage kota, sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan identitas karakter Kota Bogor, tetapi wali kota tidak memiliki kewenangan? Nah ini yang saya bilang pemahaman yang sangat keliru," ujar Bima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement