Senin 10 Oct 2022 18:55 WIB

PBB akan Buka Debat Soal Aneksasi Rusia

193 anggota PBB masing-masing memiliki satu suara dan tidak ada yang memiliki hak vet

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia Vladimir Putin, tengah, berbicara sementara Leonid Pasechnik, pemimpin Republik Rakyat Luhansk yang memproklamirkan diri, kiri, Denis Pushilin, pemimpin Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri, kedua kiri, kepala Wilayah Kherson yang ditunjuk Moskow Vladimir Saldo, kedua kanan, dan kepala wilayah Zaporizhzhia yang ditunjuk Moskow Yevgeny Balitsky, kanan, berdiri di dekatnya selama perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina untuk bergabung dengan Rusia di Lapangan Merah di Moskow, Rusia, Jumat, 30 September 2022. Penandatanganan perjanjian-perjanjian yang menjadikan keempat wilayah itu sebagai bagian dari Rusia mengikuti penyelesaian
Foto: Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin, tengah, berbicara sementara Leonid Pasechnik, pemimpin Republik Rakyat Luhansk yang memproklamirkan diri, kiri, Denis Pushilin, pemimpin Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri, kedua kiri, kepala Wilayah Kherson yang ditunjuk Moskow Vladimir Saldo, kedua kanan, dan kepala wilayah Zaporizhzhia yang ditunjuk Moskow Yevgeny Balitsky, kanan, berdiri di dekatnya selama perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina untuk bergabung dengan Rusia di Lapangan Merah di Moskow, Rusia, Jumat, 30 September 2022. Penandatanganan perjanjian-perjanjian yang menjadikan keempat wilayah itu sebagai bagian dari Rusia mengikuti penyelesaian

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan membuka debat mengenai rancangan resolusi yang mengecam pencaplokan Rusia atas empat wilayah Ukraina, pada Senin (10/10/2022). Keputusan untuk membawa masalah ini ke PBB diambil setelah Rusia menggunakan hak vetonya dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada 30 September untuk memblokir proposal serupa.

"Ini sangat penting," kata duta besar PBB untuk Uni Eropa Olof Skoog seperti dikutip laman Channel News Asia, Senin (10/10/2022).

Ia menyusun naskah resolusi tersebut bekerja sama dengan Ukraina dan negara-negara lain. "Kecuali sistem PBB dan masyarakat internasional melalui Majelis Umum bereaksi terhadap upaya ilegal semacam ini, maka kita akan berada di tempat yang sangat, sangat buruk," kata diplomat Swedia.

Sebanyak 193 anggota PBB masing-masing memiliki satu suara dan tidak ada yang memiliki hak veto. Pemungutan suara diharapkan digelar lebih cepat sebelum Rabu.

Menurut Skoog, kegagalan PBB untuk bertindak akan memberikan carthe blanche kepada negara lain untuk melakukan hal yang sama atau memberikan pengakuan atas apa yang telah dilakukan Rusia. Rancangan resolusi tersebut berisi pengecaman terhadap upaya pencaplokan ilegal Rusia atas wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson di Ukraina.

Rancangan itu mencatat bahwa apa yang disebut referendum itu dan menekankan bahwa tindakan ini tidak memiliki validitas di bawah hukum internasional. Resoulusi juga menyerukan semua negara, organisasi dan lembaga internasional untuk tidak mengakui aneksasi, dan menuntut penarikan segera pasukan Rusia dari Ukraina.

Sebagai tanggapan, Rusia telah mengirimkan surat kepada semua negara anggota PBB  yang menyerang delegasi Barat. Menurut Moskow tindakannya tidak ada hubungannya dengan perlindungan hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam PBB.

"Mereka hanya mengejar tujuan geopolitik mereka sendiri," kata surat yang ditandatangani oleh duta besar Rusia Vassily Nebenzia.

Dia mengecam tekanan besar yang dia katakan Amerika Serikat dan sekutunya menempatkan di negara-negara anggota lainnya. Nebenzia mengatakan bahwa mengingat situasinya, PBB harus memilih dengan pemungutan suara rahasia yakni prosedur yang sangat tidak biasa yang biasanya disediakan untuk hal-hal seperti memilih anggota Dewan Keamanan yang bergilir.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam aneksasi tersebut. "Itu bertentangan dengan semua yang dimaksudkan oleh komunitas internasional untuk diperjuangkan," katanya.

"Itu mencemooh tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini adalah eskalasi yang berbahaya. Itu tidak memiliki tempat di dunia modern. Itu tidak boleh diterima," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement