Kamis 13 Oct 2022 16:55 WIB

Pakar Sebut Indonesia Bisa Lepas Ketergantungan Terhadap Impor Gandum

Sorgum memiliki potensi menyubtitusi penggunaan tepung terigu dalam produksi kue.

Red: Nidia Zuraya
Gandum (Ilustrasi). Indonesia bisa melepas ketergantungan impor gandum dari luar negeri. Hal ini bisa dilakukan apabila Indonesia bisa mengembangkan komoditas sorgum sebagai bahan pokok subtitusinya.
Gandum (Ilustrasi). Indonesia bisa melepas ketergantungan impor gandum dari luar negeri. Hal ini bisa dilakukan apabila Indonesia bisa mengembangkan komoditas sorgum sebagai bahan pokok subtitusinya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pakar Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Prof Mohammad Jafar Hafsah menyebut Indonesia bisa melepas ketergantungan impor gandum dari luar negeri. Hal ini bisa dilakukan apabila Indonesia bisa mengembangkan komoditas sorgum sebagai bahan pokok subtitusinya.

Jafar dalam acara Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Talk yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (13/10/2022), mengemukakan hasil kajiannya apabila sorgum bisa mensubtitusi bahan pangan untuk pembuatan biskuit dan kue kering, bolu, cake, mie dan sejenisnya bisa mengurangi impor hingga 12,1 juta ton. "Kalau ini dijumlah bisa dibayangkan bagaimana kita bisa sungguh-sungguh tidak mengimpor," kata Jafar.

Baca Juga

Jafar menyebut sorgum memiliki potensi menyubtitusi penggunaan tepung terigu dalam produksi biskuit dan kue kering sebanyak 60 persen atau 6,1 juta ton. Sorgum juga berpotensi menyubtitusi penggunaan terigu dakam pembuatan cake, bolu, brownies dan semacamnya hingga 25 persen atau 2,5 juta ton, dan bisa subtitusi bahan penggunaan mie dan sejenisnya hingga 35 persen atau 3,5 juta ton.

Dengan impor biji gandum dan tepung terigu yang mencapai 10,2 juta ton pada 2020, 10,9 juta ton pada 2021, dan diprediksi bisa mencapai 11,5 juta ton pada 2023, Jafar meyakini Indonesia bisa berhenti atau menyetop impor gandum dari luar negeri apabila sukses mengembangkan sorgum.

Dalam kajiannya, Jafar mengungkapkan potensi pengembangan lahan sorgum di Indonesia bisa mencapai 24 juta hektare. Hal itu dikarenakan sorgum memiliki keunggulan bisa ditanam pada lahan dengan kondisi ekstrem sekalipun, di mana tanaman pangan lain tidak dapat tumbuh.

"Karena di mana padi bisa ditanam, jagung bisa ditanam, kedelai bisa ditanam, di mana padi tidak bisa ditanam, sorgum bisa ditanam. Maka di lahan perkebunan terlantar, lahan kering, beririgasi apalagi, di lahan pasang surut, itu bisa kita tanami sorgum serempak. Oleh karena itu gerakan tanaman sorgum ini perlu digalakkan," kata Jafar.

Dia mengemukakan bahwa sorgum merupakan tanaman yang sangat menguntungkan karena seluruh bagian tumbuhannya bisa dimanfaatkan dan tak terbuang, sementara karakteristik tanamannya sangat kuat sehingga tidak memerlukan biaya produksi yang tinggi.

Jafar menyebut tanaman sorgum hanya memerlukan input pupuk yang sedikit, bisa ditanam di lahan kering dan miring, bahkan di tanah yang sudah terkontaminasi sekalipun. "Sorgum memiliki produksi biji atau biomass lebih tinggi, bisa dua kali dari jagung, tiga kali dari padi. Kebutuhan airnya hanya sepertiga dari tebu, setengah dari jagung. Pemeliharaan lebih sederhana, dan input lebih sedikit. Sehingga menarik untuk dikembangkan," kata Jafar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement