Ahad 16 Oct 2022 13:24 WIB

Islamofobia di Prancis Terulang, Alquran Dirobek dan Jilbab Dibuang ke Tempat Sampah

Islamofobia di Prancis terus meningkat dengan menargetkan umat Islam

Rep: Zahrotul Oktaviani, Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
 Ilustrasi Islamofobia. Islamofobia di Prancis terus meningkat dengan menargetkan umat Islam
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Islamofobia. Islamofobia di Prancis terus meningkat dengan menargetkan umat Islam

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Kitab suci Alquran seorang siswi Muslimah sekolah menengah Prancis dilaporkan media lokal telah dirobek. Tak hanya itu, jilbab atau penutup kepalanya pun disebut dibuang ke tempat sampah asrama. 

Layanan penyiaran publik Prancis, FranceInfo, melaporkan seorang siswi Muslimah yang tidak disebutkan namanya di Sekolah Menengah Jean Rostand di kota pelabuhan Caen, menemukan Alquran dan kerudungnya berada di tempat sampah ketika dia kembali ke asramanya, Kamis (13/10/2022). 

Baca Juga

Dilansir di Yeni Safak, Ahad (16/10/2022), siswi tersebut pun langsung melaporkan kejadian tersebut kepada manajemen sekolah. 

Kepala Sekolah, Sebastien Duval-Rocher, dalam sebuah pernyataan mengatakan pihaknya dan rekan guru maupun pengurus lainnya merasa terkejut dengan kejadian tersebut. 

Dia menekankan sekolah itu berpikiran terbuka dan toleran, serta menerima semua golongan agama. Dia juga mengecam tindakan yang tidak layak, tidak dapat ditoleransi dan tercela secara hukum tersebut. 

Media FranceInfo lantas melaporkan baik siswa maupun keluarganya tidak ingin mengajukan pengaduan terhadap pelaku. Tetapi kantor kejaksaan telah bertindak melalui manajemen sekolah. 

Serangan Islamofobia di Prancis meningkat. Pada 2020 lalu tercatat sebesar 53 persen dan beberapa orang melihat ini sebagai akibat dari komentarnya yang berapi-api terhadap Muslim dan kebijakan anti-Islamnya. 

Ini termasuk penutupan 22 masjid di seluruh Prancis, dalam 18 bulan terakhir dan usulan larangan jilbab yang dikenakan oleh anak di bawah umur.  

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengklaim tindakannya sebagai mempertahankan nilai-nilai sekuler di Prancis. Dia bahkan telah berbicara secara terbuka tentang ancaman radikalisme Islam di Prancis dan menambahkan bahwa Islam sedang dalam krisis di seluruh dunia. 

Selain itu, pemilihan presiden baru-baru ini pada April lalu dengan jelas menunjukkan bagaimana pandangan Macron telah berkontribusi pada sikap bermusuhan negara tersebut terhadap minoritas. 

Macron menghadapi kandidat sayap kanan Marine Le Pen, pemimpin Sekutu Nasional, yang sebelumnya dikenal sebagai Front Nasional.

Dia memperoleh pangsa suara yang belum pernah terjadi sebelumnya sebesar 41,5 persen, peningkatan yang signifikan dari pemilihan presiden sebelumnya. 

 

 

Sumber: yenisafak

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement