Kamis 20 Oct 2022 12:12 WIB

BPIP Imbau Netizen Gaungkan Konten Positif  Lewat Tagar Gemar Mulia 

Gemar Mulia bagian dari penguatan nilai Pancasila di media sosial.

Red: Muhammad Hafil
 BPIP Imbau Netizen Gaungkan Konten Positif  Lewat Tagar Gemar Mulia. Foto: Direktur Sosialisasi dan Komunikasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)  M Akbar Hadi Prabowo.
Foto: Dok Pri
BPIP Imbau Netizen Gaungkan Konten Positif  Lewat Tagar Gemar Mulia. Foto: Direktur Sosialisasi dan Komunikasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) M Akbar Hadi Prabowo.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tagar #GemarMulia sempat menjadi trending topic di jagad Twitter Indonesia pada Selasa (18/10/2022). Ini mengungguli topik hangat lain lain seperti tragedi Kanjuruhan dan Ballon D'or. 

Diketahui, Gemar Mulia itu singkatan dari Gerakan Masyarakat Menyebarkan Konten Mulia. Ini merupakan sebuah program yang digagas oleh Direktur Sosialisasi dan Komunikasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)  M Akbar Hadi Prabowo.

Baca Juga

"Gemar Mulia ini branding dari rancangan proyek perubahan Grand Design Kolaborasi Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Melalui Media Sosial. Kalimat ini saya cari dan renungkan sampai jam 2 malam, pagi jelang seminar baru dapat. Bagaimana narasi konten yang levelnya lebih bagus lagi dari positif," ujar Akbar saat dijumpai, Kamis (20/10/2022).

"Sejauh ini sudah ajak salah seorang produser TV, Ketua Adeksi (Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia) Bapak Sigit K. Yunianto, akademisi, dan pihak lain untuk turut mengajak atau mengimbau  masyarakat mengunggah konten mulia," ujar Akbar yang sedang menjalani Diklat Kepemimpinan Tingkat I di Lembaga Administrasi Negara (LAN). 

Akbar yang pernah menjadi juru bicara Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham ini gelisah dengan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, bahwa total penanganan konten negatif di media sosial per 30 April 2021 mencapai 1,24 juta konten. "Konten negatif itu antara lain ujaran kebencian, pornografi, perjudian, terorisme, SARA, berita bohong atau hoaks," kata Akbar.

Selain itu, dia merujuk laporan tahunan Microsoft bertajuk Digital Civility Index. "Bayangkan, netizen Indonesia itu dinilai paling tidak sopan se-Asia Tenggara," kata Akbar.

Menurutnya, masalah pokok adalah lunturnya pemahaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda di era digital 4.0. Jadi, alternatif solusinya adalah membanjiri perilaku mulia di medsos. Ini bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, akademisi, media massa, influencer, dan pihak lain. 

"Produknya adalah konten mulia dan keluhuran Pancasila yang bisa diakses 24 jam via akun medsos. Jadi masyarakat, terutama anak muda bisa mudah memahami, menghayati, dan mengamalkannya sehari-hari," kata Akbar. 

Akbar menegaskan tujuan proyek perubahan ini adalah menyusun grand design arah kebijakan nasional yang akan menjadi rujukan  konseptual dan operasional dalam upaya  penyebaran informasi terkait penanaman nilai-nilai luhur Pancasila melalui medsos.

"Apalagi ini jelang tahun politik, mau Pemilu. Pesta Demokrasi ini seharusnya disambut dengan kegembiraan, bukan saling menjelekkan. Kan prihatin jadinya bila medsos jadi ajang adu domba," ujar mantan Wadir Poltekip Kemenkumham ini.

Akbar berharap istilah cebong, kampret, dan kadrun tidak akan muncul lagi terutama jelang Pemilu 2024. Bermunculan istilah yang lebih positif dan lebih mulia.

"Yuk dari sekarang kita buat konten mulia, kalimat yang lebih kondusif, lebih edukatif, innovatif, inspiratif dan kreatif untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih maju," kata Akbar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement