Masyarakat Madura Sepakat Terhadap Pembangunan Objek di Perpres 80 Tahun 2019

Stereotype negatif terhadap masyarakat Madura karena kurangnya pendekatan

Selasa , 25 Oct 2022, 22:09 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin, selaku pemilik dapil usai melakukan pertemuan dengan Bupati Bangkalan beserta jajaran mitra Komisi V DPR RI, di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin (24/10/2022).
Foto: istimewa
Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin, selaku pemilik dapil usai melakukan pertemuan dengan Bupati Bangkalan beserta jajaran mitra Komisi V DPR RI, di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin (24/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKALAN--Terkait streotype negatif terhadap masyarakat Madura yang mengatakan, ada penolakan terhadap pembangunan objek yang tercantum dalam Perpres 80 Tahun 2019  tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik - Bangkalan - Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo - Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger - Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan sangatlah keliru.

Hal itu disampaikan langsung, Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin, selaku pemilik dapil usai melakukan pertemuan dengan Bupati Bangkalan beserta jajaran mitra Komisi V DPR RI, di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin (24/10/2022).

Baca Juga

Menurutnya, sebagai Anggota DPR RI dia sudah melakukan diskusi dengan sejumlah tokoh, mulai dari para Umaro, Ulama, dan elemen-elemen masyarakat lainnya yang ada di Madura. Dari diskusi tersebut membuahkan hasil, bahwa seluruh masyarakat termasuk para ulama dan tokoh lainnya sepakat terhadap pembangunan objek yang tertuang dalam Perpres 80 Tahun 2019.

"Empat Kabupaten ini  semuanya sudah sepakat, bahwa ditunggu-tunggu ini implementasi dari Perpres 80 terkait dengan rencana pembangunan pelabuhan Tanjung Bulupandan yang ada di Kabupaten Bangkalan tepatnya di kecamatan Glampis, terus juga ada pembangunan Indonesia Islamic Science Park yang di daerah Suramadu sana, terus yang ketiga ada pembangunan pelabuhan Socha," tekannya.

Dirinya pun menekankan, bahwa streotype negatif terhadap masyarakat Madura adalah karena kurangnya pendekatan, sosialisasi dan diskusi. Ia juga mengakui, bahwa karaktertistik masyarakat Madura ini mudah tersinggung, namun seluruh kesalahpahaman dapat diselesaikan dengan baik, dengan beberapa syarat.

"Jadi sekali lagi saya tekankan, streotype negatif penolakan dari beberapa tokoh ini sudah tidak ada, semua sepakat menerima, dan juga apa namanya welcome terhadap pembangunan dan rencana strategis nasional, namun ada beberapa memang catatan dari para tokoh ini, yaitu kearifan lokal yang ada di Madura khususnya di Bangkalan ini, itu betul-betul jangan tergerus dengan pembangunan itu," tandasnya.

Syafiuddin, biasa ia disapa juga menyayangkan sikap Pemerintah Pusat, yang cenderung tidak ada komitmen yang kuat dalam mewujudkan Perpres 80 Tahun 2019 tersebut. Padahal menurutnya, masyarakat Madura pun membayar pajak kepada Pemerintah, sehingga muncul ide untuk mewujudkanmya secara swadaya.

"Ini kan malu kita, kita  Masyarakat Madura tentunya kan bayar pajak, diakumulasikan menjadi program-program, ini saya sangat heran menurut saya pribadi, kalau janji Pak Jokowi yang sudah tiga tahun ini berjalan tidak ada implementasi satupun dari rencana Program yang tertera di Perpres 80," ungkapnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini juga menekankan sekaligus berharap, jika memang implementasi Perpres 80 Tahun 2019 wajib dilakukan oleh Pemerintah Pusat, setidaknya wujudkan salah satunya terlebih dahulu, yaitu Islamic Science Park atau Islamic Center Madura. Mengingat, masyarakat Madura yang kulturnya agamis perlu suatu objek untuk mendeskripsikan keagamisannya melalui pembangunan tersebut.

"Karena Madura Ini karakteristiknya sangat agamis, kalau ini Islamic Center ini ini dilaksanakan diimplementasikan, maka semangat kearifan lokal itu menjadi icon disitu, sehingga pembangunan selanjutnya ini gampang, orang Madura kan saya pernah bilang bahwa orang Madura sangat gampang yang penting etika pertama itu betul-betul dilakukan oleh orang luar," katanya.

Terkait anggaran yang dicanangkan dalam pembangunan Perpres 80 Tahun 2019, Ia menuturkan, bahwa mekanisme pembiayaannya melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Sebagai Anggota DPR RI yang memiliki kewenangan budgeting dia menuntut 16 persen pembiayaan dari APBN.

Mengingat, setelah dilakukan analisa dan pembedahan terhadap pembangunan Perpres 80 Tahun 2019 disebutkan bahwa penggunaan anggaran APBN dalam rencana tersebut sebesar 16 persen. 

Dirinya pun menuntut, setidaknya jika Pemerintah Pusat tidak bisa memenuhi 16 persen dari APBN, setidaknya 5 persen dapat dialokasikan terhadap pembangunan tersebut.

"Saya berharap dan mendorong Pemerintah Pusat memenuhi kewajiban Pemerintah Pusat yang 16 persen itu, kalaupun gak sampai 16 persen, setidaknya penuhilah 5 persen mungkin, seumpama ini yang kecil sajalah, inikan rencana pembangunan islamic center kan sekitar 3 Triliun, kalau seumpama 5 persen dari 3 Triliun kan 150 Miliar, membantu mungkin perbaikan jalan menuju akses sana, jadi itu menjadi rangsangan dari pihak swasta dan pihak badan usaha  untuk melaksanakan kerjasama sesuai yang tersirat di Perpres 80 berupa kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, kalau tidak ada APBN ya tidak mungkin masuk," tutur.