Rabu 26 Oct 2022 04:30 WIB

Orang Jawa Takut Gerhana Gara-Gara Batara Kala

Mitos yang dipercaya gerhana matahari terjadi karena dimakan Batara Kala.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.
Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.

Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.
Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Hari ini, Selasa, 25 Oktober 2022 terjadi gerhana matahari sebagian. Sayangnya, menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) fenomena gerhana matahari sebagian tidak bisa disaksikan dari Indonesia. Bicara gerhana matahari, pada 11 Juni 1983 pernah terjadi gerhana matahari total yang menggemparkan dan membuat masyarakat di Pulau Jawa ketakutan. Sebab, saat itu sebagian besar penduduk di Jawa masih mempercayai sejumlah mitos seputar gerhana.

Dahulu dalam kepercayaan masyarakat Jawa, mereka percaya jika gerhana terjadi karena matahari dimakan Batara Kala. Agar matahari tidak jadi dimakan Batara Kala, masyarakat Jawa percaya caranya adaah menabuh kentongan bersama-sama secara terus menerus. Tak hanya kentongan, yang dipukul, pohon yang berbuah juga harus dipukul batangnya agar terhindar dari serangan sekaligus menakut-nakuti Batara Kala.

Lantas siapa Batara Kala?

BACA JUGA: Ruwatan, Tradisi Masyarakat Jawa untuk Bebaskan Manusia dari Dosa

Menurut Suwandono dan kawan-kawan dalam Ensiklopedi Wayang Purwa (1991: 265), Batara Kala adalah putra dewa tetapi berwujud raksasa karena terkena kutukan. Batara Kala adalah sosok raksasa jahat yang mengincar nyawa manusia, terutama anak-anak. Diceritakan Batara Kala diam-diam terbang ke surga dan mencuri Tirta Amertasari alias air abadi yang dipercaya bagi siapa saja yang meminum air tersebut akan hidup selamanya.

Namun aksi pencurian tersebut diketahui Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Candra (Dewa Bulan). Mereka pun melaporkan perbuatan raksasa ini ke Batara Guru, pemimpin para dewa.

BACA JUGA: Cerita Penggusuran Makam-Makam Keramat di Jakarta, Dibongkar Ternyata Isinya Kosong

Belum sempat Tirta Amertasari tertelan oleh Batara Kala, tiba-tiba datang Batara Wisnu (Dewa Pemelihara Alam/Pelindung) yang diutus Batara Guru. Batara Wisnu langsung menebas batang leher Batara Kala.

Tubuh Batara Kala jatuh ke bumi, sementara kepalanya tetap melayang di angkasa. Karena itu Batara Kala sangat dendam kepada Batara Surya dan Batara Candra dan selalu mencoba menelan kedua dewa itu setiap ada kesempatan.

BACA JUGA: Makna Gunungan Wayang Kulit, Bentuk yang Dipakai di Logo Halal Indonesia

Yang paling fenomenal tentunya adalah soal mitos perempuan hamil yang menjadi incaran utama Batara Kala. Karena itu, perempuan yang sedang mengandung diwajibkan bersembunyi di tempat gelap, seperti di bawah atau kolong tempat tidur.

Kepercayaan itu bertujuan agar bayi yang dikandung tidak keguguran saat gerhana matahari berlangsung. Jika melanggar akibatnya bisa bahaya. Bayi bisa cacat, berkulit belang hitam putih, sampai yang paling tragis adalah kehilangan nyawa.

BACA JUGA: Setelah Wayang, Kini Nasi Padang yang Diharamkan

Ruwatan ritual sakral untuk buang sial dan penolak Batara Kala dilakukan... baca di halaman selanjutnya...


 Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.
Gerhana Matahari. Dahulu sebagian besar penduduk Jawa takut ketika terjadi gerhana karena percaya fenomena alam itu terjadi karena ulah Batara Kala. Foto: Republika.

RUWATAN PENOLAK BATARA KALA

Salah satu upacara yang masih dipercaya sebagian masyarakat Jawa untuk menghindarkan diri dari kesulitan dan tidak dimangsa Batara Kala adalah upacara ruwatan. Ruwatan biasanya diselenggarakan sebagai usaha membebaskan manusia atau kelompok yang sedang diliputi berbagai masalah atau terbentur kegagalan, serta membersihkan diri dari kesialan, aib, dan dosa.

Upacara ruwatan yang artinya kembali ke semula, biasanya digelar bersama pertunjukan wayang kulit dengan lakon yang berkisah tentang Batara Kala, Murwakala. Tak hanya di masyarakat Jawa saja, warga Sunda juga mengenal upacara "Ngeruwat" yang digelar bersamaan dengan pertunjukan wayang golek.

BACA JUGA: Ruwatan, Ritual Sakral untuk Buang Sial

Tradisi ruwatan memang masih hidup di dalam masyarakat Jawa. Ritual ini bermakna pembebasan sekaligus penyucian manusia sukerto dari "dosa bawaan". Ruwatan dilakukan kepada para sukerto, anak-anak yang berdosa karena takdir, akan menjadi santapan Batara Kala.

Kisah di balik itu semua karena janji Batara Guru, ayah dari Batara Kala yang mengizinkan Batara Kala memangsa anak-anak sukerto. Namun, Batara Guru mengatakan ritual ruwatan akan menyelamatkan anak-anak sukerto dari santapan Batara Kala.

.

DENGARKAN DONGENG PILIHAN UNTUK ANDA:

.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement