Ahad 30 Oct 2022 17:56 WIB

IDX Sharia Growth Berisi 30 Saham Syariah Pilihan

Dalam pemilihan ada penilaian eligibilitas yakni perusahaan harus yang mencetak laba.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan indeks syariah baru, IDX Sharia Growth, Senin (31/10/2022). Kepala Unit Pengembangan Produk I BEI, Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan, indeks baru ini akan berisi 30 saham syariah.

Ada sejumlah tahapan sortir yang dilakukan untuk menemukan 30 saham tersebut. Saham dipilih dari JII70 untuk memastikan saham yang dipilih adalah yang paling likuid dan punya marketcap besar. Selanjutnya ada penilaian eligibilitas yakni perusahaan harus yang mencetak laba.

Baca Juga

"Kita sudah mengeluarkan saham-saham yang punya Price to Earning Ratio (PER) yang ekstrem, yang nilainya kemahalan," katanya.

Lalu, ada juga penilaian untuk Price to Sales (PSR) dan dipilih 30 saham nilai tertinggi. Saham-saham ini akan dievaluasi setiap Mei dan November untuk menyesuaikan dengan waktu evaluasi Daftar Efek Syariah. Lalu evaluasi pada Februari dan Agustus untuk evaluasi pembobotan saham.

IDX Sharia Growth tersebut diharapkan bisa membawa kebermanfaatan untuk Manajer Investasi. Menurutnya, sudah ada Manajer Investasi yang akan menggunakan indeks tersebut sebagai dasar penilaian produknya.

Sejumlah saham yang akan masuk di IDX Sharia Growth didominasi oleh saham-saham energi. Beberapa saham yang masuk diantaranya ADRO, UNTR, ANTM, ITMG, INCO, EMTK, AKRA, BRPT, CPIN, HRUM, TINS, ISAT, BRIS, LPPF, ACES, dan lainnya.

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik menyampaikan, indeks syariah semakin dibutuhkan sebagai panduan bagi investasi pasif yakni reksa dana dan ETF.

"Investasi pasif ini terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, per Agustus 2022, asset under managementnya terus meningkat," katanya.

Pada 2016, jumlahnya hanya Rp 4 triliun dan saat ini nilainya menjadi Rp 19,0 triliun. Untuk mendukung investasi pasif tersebut, BEI meluncurkan indeks-indeks baru sebagai benchmark agar pasar investasi pasif lebih berkembang.

Menurutnya, BEI juga akan meluncurkan indikatif NAB nantinya. Sosialisasi dan edukasi terus dilakukan agar iklim investasi di Indonesia menjadi lebih dinamis. Investor dapat memilih untuk investasi secara aktif melalui saham secara langsung atau pasif melalui reksa dana atau ETF.

"Bursa dalam beberapa tahun terakhir terus luncurkan indeks, seperti yang tematik ESG, syariah, sector leader, total kini ada total 40 indeks yang dikelola," katanya.

Pasar modal syariah sendiri terus mengalami pertumbuhan pesat selama 10 tahun terakhir. Jumlah saham syariah pada 2011 yakni sebanyak 314 saham syariah dan per September 2022 mencapai 493 saham syariah atau tumbuh, 56,7 persen.

Peningkatan juga dari aktivitas dan transaksi saham syariah yang capai 9,8 persen per tahun dari rata-rata harian Rp 3,03 triliun menjadi Rp 7,74 triliun. Untuk itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk menumbuhkan pasar modal syariah.

"Saat ini indeks yang terkait syariah ada empat, yakni ada JII, ISSI, JII70, dan IDX MES BUMN 17," katanya. Indeks IDX Sharia Growth diharapkan bisa melengkapi yang sudah ada sebagai pendekatan baru panduan investasi saham-saham syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement