Senin 31 Oct 2022 15:07 WIB

BI Proyeksi Inflasi Indeks Harga Konsumen pada Oktober 5,8 Persen

BI mencoba untuk mengendalikan inflasi tergantung dari akar permasalahannya.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi pada bulan Oktober 2022 akan kembali turun. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan survei yang terakhir dilakukan memproyeksi inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada Oktober 2022 akan turun ke 5,8 persen.

"Bulan Oktober yang sebentar lagi akan tutup, inflasi kita sedikit turun ke 5,8 persen, tetapi yang penting adalah terjadi deflasi pangan turun dari sekitar 11,9 persen jadi di bawah 10 persen," katanya dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (31/10/2022).

Baca Juga

Menurutnya, deflasi pangan merupakan hasil dari upaya bersama dari pusat dan daerah untuk mengendalikan harga-harga komoditas pangan. Dody mengatakan, disrupsi pangan masih terjadi hingga saat ini mayoritas karena faktor eksternal.

Di dalam negeri, inflasi pangan diatasi secara langsung menyasar akar masalah. Dody mengatakan, Bank Indonesia mencoba untuk mengendalikan inflasi tergantung dari akar permasalahannya.

"Misal saat cabai hilang atau terganggu pasokannya maka itu yang diatasi, atau bawang merah, ikan yang berkurang pasokannya," katanya.

Dody mengatakan, masalah kelangkaan tersebut tidak tepat jika direspons dengan menaikkan suku bunga. Menaikkan suku bunga tidak akan langsung memperlancar pasokan, melainkan membawa beban kepada perekonomian masyarakat.

Permasalahan di pasokan diatasi dengan memperlancar distribusi, dan komunikasi antar daerah. Sehingga, Dody memastikan BI akan mengedepankan kebijakan-kebijakan yang tepat dengan menyasar langsung sumber permasalahan.

Tindakan langsung juga merupakan bentuk kebijakan untuk menjaga ekspektasi inflasi. Dody mengatakan BI berkomitmen untuk jaga ekspektasi inflasi dan inflasi inti mengingat sudah mulai banyak potensi kenaikan karena mobilitas tinggi.

"Ekspektasi inflasi itu paling bahaya kalau tidak kita atasi secara cepat, karena inflasi yang sifatnya hanya temporer, misalnya karena masalah cabai berkurang kemudian harga naik, kalau kita tidak atasi segera itu akan membentuk ekspektasi bahwa harga cabai akan naik terus," katanya.

Oleh karena itu, menjadi penting bagi Bank Indonesia untuk selalu perangi masalah ekspektasi. Ini juga bukan hanya Bank Indonesia, tapi juga bank sentral dimanapun yang punya mandat kepada inflasi untuk bisa mengendalikan ekspektasi dengan tindakan nyata.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement