Rabu 02 Nov 2022 13:40 WIB

Harga Referensi CPO Naik, Kemendag Naikkan Tarif Bea Keluar

Harga referensi CPO naik 7,98 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk. ilustrasi
Foto: SYIFA YULINNAS/ANTARA
Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menaikkan harga referensi produk minyak kelapa sawit (CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) periode 1–15 November 2022 menjadi sebesar 770,88 dolar AS per metrik ton (mt). Harga tersebut naik 7,98 persen dari periode 16-31 Oktober 2022 sebesar 713,89 dolar AS per mt.

Peningkatan tersebut berdampak pada naiknya tarif bea keluar atau BK CPO periode 1-15 November 2022 menjadi sebesar 18 dolar AS per MT dari sebelumnya 3 dolar AS per mt. “Saat ini harga referensi CPO mengalami peningkatan yang menjauhi ambang batas sebesar 680 dolar AS per MT. Untuk itu, Pemerintah mengenakan BK CPO sebesar 18 dolar AS per MT untuk periode 1-15 November 2022,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi dalam keterangan resminya, diterima Republika.co.id, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga

Adapun kenaikan itu sesuai Kolom 3 Lampiran Huruf C pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022. Harga Referensi tersebut sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1460 Tahun 2022 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Didi menambahkan, untuk produk minyak goreng dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto kurang 25 kg mendapat pembebasan bea keluar dengan penetapan merek.

Pembebasan itu sesuai dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1462 Tahun 2022 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, And Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto kurang dari 25 Kg.

Ia menjelaskan, peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya penurunan pasokan dari Indonesia dan Malaysia karena meningkatnya curah hujan dan konflik Ukraina dan Rusia yang memanas.

Selain itu, faktor lainnya yakni rencana negara-negara OPEC+ untuk mengurangi produksi minyak mentah dunia sebesar 2 juta barel per hari mulai November 2022 dan penurunan harga minyak nabati lainnya seperti kedelai dan minyak canola.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement