Rabu 02 Nov 2022 15:12 WIB

BI Alokasikan Lima Persen Cadangan Devisa dalam Obligasi Berkelanjutan

BI memiliki prinsip untuk menunjukkan kepemimpinan hijau di sektor keuangan.

Red: Nidia Zuraya
Cadangan devisa (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Cadangan devisa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengalokasikan sekitar lima persen dari total cadangan devisa dalam bentuk obligasi berkelanjutan, atau senilai 6 miliar dolar AS. Kebijakan ini sebagai komitmen dan langkah maju dalam menjanjikan lingkungan hijau, tidak hanya sekedar menyelaraskan portofolio.

"Jadi inilah yang kami lakukan sekarang, sekitar lima persen dari portofolio kami dalam cadangan devisa dialokasikan untuk obligasi berkelanjutan," ucap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam Mandiri Sustainability Forum 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga

Ia menegaskan BI memiliki prinsip untuk menunjukkan kepemimpinan hijau di sektor keuangan, di tengah bank sentral lain di seluruh dunia sedang mencoba menyelaraskan portofolio mereka untuk memenuhi jalur transisi dengan mengalihkan portofolio dari emiten dengan emisi yang lebih tinggi ke emiten yang lebih rendah emisi.

Selain itu terdapat tindakan nyata lainnya yang dilakukan oleh BI melalui kebijakan yang memberikan dukungan pada pembiayaan hijau atau pembiayaan berkelanjutan. Pada tahun 2020 BI mempublikasikan peraturan Loan to Value (LTV) untuk mendorong adaptasi bangunan hijau dan kendaraan listrik dengan mengizinkan relaksasi LTV pinjaman properti hijau hingga 100 persen dan uang muka pinjaman kendaraan listrik hingga nol persen.

Kemudian di tahun 2022, pihaknya juga memperkenalkan aturan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) hijau untuk meningkatkan penerbitan obligasi hijau dengan memungkinkan bank untuk memenuhi persyaratan RPIM dengan membeli obligasi hijau.

"Peraturan RPIM hijau yang baru saja diperkenalkan ini telah menciptakan permintaan yang signifikan untuk obligasi hijau domestik," katanya.

Hal tersebut, kata dia, pada gilirannya mendorong Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan sukuk hijau domestik dan obligasi berkelanjutan domestik, sehingga fenomena itu menunjukkan bahwa kebijakan makroprudensial berdampak pada pembiayaan hijau.

Di sisi lain dalam operasi moneter, otoritas kini dapat menerima obligasi berkelanjutan sebagai jaminan bagi bank untuk mendapatkan likuiditas dari BI melalui operasi pasar. Oleh karena itu bagi bank yang memiliki obligasi hijau maupun obligasi berkelanjutan, kata dia, jika bank membutuhkan likuiditas dari bank sentral, maka mereka bisa melakukan repo obligasi ke bank sentral dan mereka akan mendapatkan likuiditas rupiah untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement