Kamis 03 Nov 2022 12:16 WIB

Menteri Bisa Nyapres, Bawaslu Waspadai Netralitas ASN

Bawaslu akan awasi ASN di bawah kementerian menteri yang ikut bursa capres.

Rep: Febryan A/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengusulkan agar KPU RI membuat aturan terkait menteri yang hendak maju sebagai capres ataupun cawapres.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengusulkan agar KPU RI membuat aturan terkait menteri yang hendak maju sebagai capres ataupun cawapres.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyatakan bakal mengawasi secara ketat netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang berada di bawah menteri yang maju sebagai calon presiden (Capres) maupun calon wakil presiden (Cawapres). Pernyataan ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan menteri maju bursa capres tanpa perlu mundur dari jabatannya.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, pihaknya akan mengawasi ASN kementerian di tingkat pusat hingga daerah. Pengawasannya mengacu kepada ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri, Menpan-RB, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu terkait netralitas ASN.

Baca Juga

"Pengawasan ini untuk mewaspadai berbagai hal yang kemudian bisa menjadi keberatan masyarakat mengenai netralitas ASN di bawah kementerian bersangkutan," kata Bagja kepada wartawan, Kamis (3/10/2022).  

Dia mengakui, tugas Bawaslu jadi tambah berat dengan diperbolehkannya menteri jadi kontestan Pilpres 2024. Kendati begitu, Bagja optimistis bisa melakukan pengawasan karena sudah pernah menghadapi kondisi serupa saat Pilkada 2020. Ketika itu, terdapat calon kepala daerah yang sebenarnya masih menjabat sebagai kepala daerah.

"Kami punya pengalaman di Pilkada, maka pengawasan (menteri nyapres) akan lebih ketat," ujarnya.

Selain mengawasi netralitas ASN, Bawaslu juga akan mengawasi potensi penyalahgunaan anggaran kementerian untuk keperluan Pilpres. Bagja mengatakan, pihaknya kini sedang menyusun indeks kerawanan terkait penyalahgunaan anggaran kementerian ini.

Di sisi lain, Bagja juga mengusulkan agar KPU RI membuat aturan terkait menteri yang hendak maju sebagai capres ataupun cawapres. Salah satunya aturan terkait kegiatan para menteri sebelum masa kampanye dimulai.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Rabu (2/11/2022), juga meminta KPU RI membuat aturan khusus terkait potensi penyalahgunaan anggaran oleh menteri yang nyapres. Jangan sampai APBN di kementerian digunakan untuk biaya kampanye si menteri.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa menteri tidak perlu lagi mengundurkan diri saat maju sebagai capres ataupun cawapres. Menteri yang hendak ikut kontestasi Pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.

Putusan yang dibacakan pada Senin (31/10/2022) itu merupakan jawaban atas permohonan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. Pasal itu mengharuskan menteri mundur dari jabatannya ketika menjadi capres atau cawapres. Adapun Partai Garuda meminta MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut inkonstitusional.

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, gugatan Partai Garuda ini dikabulkan sebagian karena menteri juga memiliki hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih. "Terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," ujar Arif membacakan pertimbangan hukum hakim konstitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement