Sabtu 05 Nov 2022 21:16 WIB

Sidang MHM di Bahrain, Prof Quraish Shihab Bicara Fenomena Fobia Agama

Prof Quraish Shihab menyinggung soal fobia agama di Bahrain.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Prof Dr Muhammad Quraish Shihab singgung fobia agama di Bahrain.
Foto: Dok IPB University
Prof Dr Muhammad Quraish Shihab singgung fobia agama di Bahrain.

REPUBLIKA.CO.ID,MANAMA -- Cendekiawan Muslim Indonesia, M Quraish Shihab menjadi salah satu pembicara dalam Sidang Reguler ke-16 Majelis Hukama Muslimin (MHM) di Manama, Bahrain. Di hadapan para pemuka agama dunia, ulama ahli tafsir ini berbicara tentang fobia agama dan tantangan perubahan iklim yang kini sedang melanda dunia.

Sidang yang digelar setelah helat Forum Dialog Bahrain ini dipimpin Grand Syekh Al-Azhar, Ahmed Al Tayeb yang juga Ketua MHM. Berbeda dengan biasanya, sidang ini dihadiri juga Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus. Hadir juga anggota Komite Eksekutif MHM asal Indonesia, TGB M Zainul Majdi. 

Baca Juga

M Quraish Shihab mengawali pandangannya dengan menyatakan bahwa meneruskan dialog Islam-Kristen yang diamanatkan Piagam Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi tiga tahun yang lalu adalah suatu tujuan yang mungkin dicapai. Menurut dia, tema “Tantangan yang Dihadapi Umat Manusia Abad ke-21” yang dibahas dalam pertemuan itu menjadi bukti bahwa dialog antara pemimpin agama di dunia, yang diwakili Paus Fransiskus dan Syekh Ahmad Al-Tayeb, mulai menunjukkan hasilnya.

"Salah satu tantangan terbesar umat beragama saat ini adalah fobia terhadap agama sehingga membuat orang terancam mengalami kekeringan rohani. Fobia terhadap agama membuat orang mengalami kemiskinan moral yang dampaknya dapat terlihat pada perilaku individu, keluarga, dan masyarakat," kat Quraish Shihab dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (5/11/2022).

Dalam hal berkeluarga, kata Quraish, ada kecenderungan orang untuk keluar dari fitrah suci manusia. Mereka mengeksploitasi anak untuk bekerja, serta melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan. 

Di sisi lain, fobia terhadap agama juga berdampak pada terjadinya krisis pangan akibat tidak adanya keadilan dan solidaritas. Hal itu pada gilirannya mengancam kehidupan jutaan manusia, terutama kaum lemah, yang menjadi korban perang. 

"Fobia agama juga menjadi ancaman serius bagi umat manusia yang muncul dalam bentuk senjata nuklir," ujar dia.

Selain fobia agama, Quraish Shihab juga menyoroti, isu perubahan iklim merupakan salah satu dari banyak tantangan besar umat manusia. Dikatakannya, perubahan iklim merupakan bukti nyata kelemahan manusia untuk mengendalikan naluri konsumtifnya dan kerakusannya pada hal-hal yang bersifat materi yang menghancurkan sumber daya alam yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Hal itu pada gilirannya mengancam masa depan kita dan semakin menambah parah tragedi dunia berupa kelaparan, kemiskinan, dan keterpinggiran," ucap dia.

Menurut Quraish Shihab, sejak didirikan dan sebagai lembaga lintasnegara menghimpun pakar dan ulama muslim untuk penguatan nilai-nilai koeksistensi, MHM memandang bahwa mendiskusikan tantangan-tantangan ini dengan sesama keluarga besar umat manusia, terutama pemuka dan tokoh agama dan kaum cerdik pandai yang berpengaruh, merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan saat ini. 

Quraish memandang bahwa MHM tidak melihat dialog ini hanya sebatas tuntutan merespons realitas, tetapi merupakan opsi mendasar dan berlaku sepanjang masa. "Dialog akan meningkatkan kemanusiaan manusia sebagai makhluk terhormat dan bertanggung jawab yang sedang menghadapi tantangan besar. Tidak ada harapan untuk menghadapi tantangan-tantangan itu kecuali dengan melakukan komunikasi dan dialog," jelas dia.

Ditegaskan Quraish Shihab, dialog adalah jaminan untuk secara sadar membangun komunikasi konstruktif antaraumat manusia sampai ke tingkat saling bekerja sama. Quraish memandang bahwa saling bekerja sama itu dapat terwujud dengan mengelola secara baik hubungan antara berbagai pihak dalam masyarakat manusia yang mengakui, membangun, dan memberdayakan pluralisme.

"Kemampuan saling bekerja sama antarmanusia yang berbeda itu merupakan wujud nilai kemanusiaan, moral, dan peradaban yang tinggi. Hal itu menunjukkan kematangan dalam interaksi antarmasyarakat," ujar penulis Tafsir Al-Misbah ini.

"Dengan tingkatan itu, potensi melakukan penyimpangan moral dan ketidakadilan akan sirna. Dengan tingkatan itu, masyarakat dunia akan berada pada tingkatan bertemu dan bekerja sama untuk berbuat makruf, kebaikan, dan akhlak mulia," ucap Quraish.

Dia pun menilai Forum Dialog Bahrain dan Sidang Reguler MHM tahun ini istimewa seiring kehadiran Syekh Ahmed Al-Tayeb dan Paus Fransiskus, dua tokoh besar yang telah menorehkan sejarah baru dalam interaksi antara dua agama besar dunia. 

"Keduanya menginspirasi kita untuk maju terus merajut persaudaraan manusia melalui dialog antara pemuka dan pengikut agama. Banyak pihak melakukan dialog di bawah pimpinan kedua tokoh ini sebagai wujud pembumian tujuan agama yang diturunkan oleh Tuhan untuk kebahagiaan manusia," kata dia. 

Untuk diketahui, Majelis Hukama Muslimin (MHM) menyelenggarakan sidang ke-16 dengan tema “Dialog Antaragama dan Tantangan Abad Ke-21” di Masjid Istana Sakhir, Manama, Bahrain. Sidang tahunan ini diselenggarakan setelah berakhirnya penyelenggaraan Forum Dialog Bahrain dengan tema “Timur dan Barat untuk Koeksistensi Manusia” pada 3-4 November 2022 yang dihadiri oleh Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement