Jumat 11 Nov 2022 04:17 WIB

KPK Sebut Gratifikasi Mardani Maming Termasuk Tiga Jam Tangan Mewah

Gratifikasi Mardani termasuk tiga jam tangan mewah seharga 1 sampai 3 miliar rupiah

Red: Bayu Hermawan
Suasana sidang perdana kasus gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dengan terdakwa Mardani H. Maming yang dihadirkan secara virtual di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (10/11/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dengan terdakwa Mardani H. Maming yang diduga menerima suap dari Henry Soetio selaku pemilik PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) sebesar Rp104,3 miliar dalam rentang waktu 2014-2020.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Suasana sidang perdana kasus gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dengan terdakwa Mardani H. Maming yang dihadirkan secara virtual di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (10/11/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dengan terdakwa Mardani H. Maming yang diduga menerima suap dari Henry Soetio selaku pemilik PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) sebesar Rp104,3 miliar dalam rentang waktu 2014-2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perdana terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming menyebut dalam dakwaan gratifikasi termasuk tiga jam tangan mewah seharga miliaran rupiah.

"Terdakwa membeli jam tangan merek Richard Mille tipe RM 07 dengan harga Rp1,9 miliar pada 16 Juni 2018," kata Tim JPU KPK Budhi Sarumpaet saat persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis.

Baca Juga

Tak cuma satu, setidaknya ada tiga jam tangan mewah berharga fantastis yang dibeli oleh terdakwa disebut dalam dakwaan JPU. Mardani juga disebut membeli dua jam tangan merek Richard Mille tipe RM 11-01 dengan harga masing-masing Rp3 miliar lebih dan Rp3,2 miliar lebih pada tanggal 7 Mei dan 6 Juli 2018.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro bersama empat anggota majelis yakni Jamser Simanjuntak, Aris Bawono Langgeng serta dua Hakim Ad Hoc itu, JPU KPK mendakwa Mardani telah menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan yakni mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio.

JPU memaparkan total tak kurang dari Rp118 miliar hadiah atau gratifikasi diterima terdakwa dari almarhum Henry baik melalui perantara perusahaan yang terafiliasi dengan terdakwa maupun melalui perantara Rois Sunandar serta M Aliansyah.

Transaksi pemberian gratifikasi itu dilakukan secara bertahap mulai tahun 2014 hingga 2020. Penerimaan hadiah itu karena terdakwa telah menandatangani surat keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pengalihan IUP OP pertambangan dari PT BKPL ke PT PCN.

Atas tindakannya itu, terdakwa telah menabrak ketentuan Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Aturan tersebut melarang adanya pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) dari satu entitas perusahaan ke perusahaan lainnya.

Dalam perkara ini, Mardani didakwa dua dakwaan alternatif. Pertama yakni Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lalu pada dakwaan alternatif kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada sidang perdana ini, Mardani hadir secara virtual dari Gedung Merah Putih KPK di Jakarta dengan didampingi empat kuasa hukumnya. Sedangkan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin ada 10 kuasa hukum menghadiri secara langsung.

Tim kuasa hukum Mardani, Abdul Kodir usai sidang menyatakan pihaknya tidak perlu menyampaikan nota keberatan (eksepsi). "Kami ingin cepat saja agenda berikutnya langsung pemeriksaan saksi," kata dia.

Dia pun meminta publik bisa terus memantau jalannya persidangan agar bisa berlangsung secara bebas, adil dan imparsial. Begitu juga kepada rekan jurnalis, ujar dia,Mardaniberpesan agar tetap mengawal persidangan dengan pemberitaan yang kritis, objektif dan tidak berpihak.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 229)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement