Ahad 13 Nov 2022 02:54 WIB

Joe Biden akan Peringatkan Xi Jinping Soal Senjata Korut

AS akan menambah militer di wilayah Asia Timur jika Korut terus mengembangkan senjata

Red: Nur Aini
 Presiden AS Joe Biden
Foto: AP/Alex Brandon
Presiden AS Joe Biden

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan memperingatkan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan Senin (12/11/2022) bahwa pengembangan senjata Korea Utara yang berkelanjutan akan mengarah pada peningkatan kehadiran militer AS di wilayah tersebut, kata Gedung Putih AS.

AS khawatir Korea Utara berencana melanjutkan uji coba bom nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017. AS juga percaya China dan Rusia memiliki pengaruh untuk membujuknya agar tidak melakukannya.

Baca Juga

Biden dan Xi akan mengadakan pertemuan tatap muka pertama di sela-sela pertemuan puncak pengelompokan negara-negara G20 di Bali di Indonesia. Dilansir dari laman Alarabiya, Sabtu (12/11/2022), penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, Biden akan memberi tahu Xi bahwa Korea Utara merupakan ancaman, tidak hanya bagi AS dan sekutunya Korea Selatan dan Jepang, tetapi juga bagi perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan.

"Jika Korea Utara terus menempuh jalan ini, itu berarti kehadiran militer dan keamanan Amerika semakin meningkat di kawasan itu,” katanya kepada wartawan di atas Air Force One pada Sabtu (12/11/2022), ketika Biden terbang ke Kamboja untuk pertemuan regional pada akhir pekan.

"Jadi, Republik Rakyat China memiliki kepentingan untuk memainkan peran konstruktif dalam menahan kecenderungan terburuk Korea Utara,” tambah Sullivan, menggunakan nama resmi negara tersebut.

"Apakah mereka memilih untuk melakukannya atau tidak, tentu saja terserah mereka."

Sanksi internasional yang dipimpin AS telah gagal menghentikan program senjata Korea Utara yang terus berkembang. Uji senjata yang memecahkan rekor tahun ini termasuk rudal balistik antarbenua yang dirancang untuk mencapai daratan AS.

Sementara China dan Rusia mendukung sanksi PBB yang lebih keras setelah uji coba nuklir terakhir Korea Utara pada 2017, meski pada Mei mereka memveto desakan yang dipimpin AS untuk lebih banyak hukuman PBB atas peluncuran rudal balistik Korut. Pejabat AS menuduh kedua negara mengaktifkan program rudal dan bom Pyongyang karena gagal menegakkan sanksi Dewan Keamanan PBB dengan benar.

Daniel Russel, diplomat senior AS untuk Asia Timur di bawah mantan Presiden Barack Obama, baru-baru ini mengatakan bahwa China pada akhirnya bisa menjadi faktor penghambat. Itu bisa terjadi jika Beijing merasa keamanannya sendiri terancam secara langsung, tidak hanya oleh kemampuan Korea Utara, tetapi oleh penumpukan pasukan AS dan sekutu untuk menghadapinya, katanya kepada Reuters.

"Bisa dibayangkan,...bahwa pada titik tertentu kemampuan Kim untuk berkembang akan terhambat oleh kepentingan keamanan nasional China sendiri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement