Selasa 15 Nov 2022 00:37 WIB

Indonesia Peringkat Tiga Konsumsi Gula Tertinggi di ASEAN

5,5 persen penduduk di Indonesia mengkonsumsi gula lebih dari 50 gram per hari.

Red: Ratna Puspita
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia telah merupakan negara ketiga yang mengonsumsi gula sangat tinggi di ASEAN yang menyebabkan diabetes pada masyarakat.
Foto: Wikimedia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia telah merupakan negara ketiga yang mengonsumsi gula sangat tinggi di ASEAN yang menyebabkan diabetes pada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia telah merupakan negara ketiga yang mengonsumsi gula sangat tinggi di ASEAN yang menyebabkan diabetes pada masyarakat. Padahal, rekomendasi batasan konsumsi gula yang sudah dituangkan dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2019 adalah kurang dari 52,5 gram atau setara dengan empat sendok makan per hari.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Eva Susanti menjelaskan, rata-rata 5,5 persen penduduk di Indonesia mengkonsumsi gula lebih dari 50 gram per hari. Karakteristik konsumsi berdasarkan usia, yakni lebih dari 55 tahun sebesar 13,7 persen dan 19-55 tahun 13,5 persen.

Baca Juga

Jika berdasar gender, laki-laki sebanyak 15,9 persen mengkonsumsi gula lebih tinggi dibandingkan perempuan yang berkisar 7,1 persen. Produk yang paling banyak dikonsumsi jatuh pada teh kemasan 13,26 persen susu kental manis 5,2 persen dan jus buah serbuk 4,82 persen.

“Kemudian 61,27 persen mengkonsumsi minuman dengan kandungan gula tinggi, lebih dari sekali setiap hari. Ini mengkhawatirkan, kalau ini terus menerus nanti kita akan banyak orang yang terkena diabetes di kemudian hari,” katanya dalam Media Briefing Hari Diabetes Sedunia 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (14/11/2022).

Jumlah penduduk Indonesia pada 2021 yang terkena diabetes sudah mencapai 19,5 juta. Angka itu diperkirakan akan menjadi 28,6 juta pada 2045 sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan populasi diabetes tertinggi kelima sedunia.

Angka itu terus mengalami peningkatan sejak 2013, dari 6,9 persen menjadi 10,9 persen pada 2018. Diabetes pada 2019 menjadi salah satu penyakit yang menyumbangkan kematian tertinggi sebesar 6,2 persen bersama dengan strok 19,4 persen, jantung 14,4 persen dan kanker 13,5 persen.

Eva mengingatkan semua pihak untuk mulai menaruh perhatian pada diabetes karena berdasarkan data International Diabetes Federation 2021, 537 juta populasi di dunia telah terkena diabetes, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 783 juta di tahun 2045. Kemenkes telah mengeluarkan beberapa aturan perundang-undangan yang menyangkut standar pelayanan minimal hingga rencana aksi nasional penanggulangan penyakit tidak menular, sampai dengan transformasi kesehatan terutama pada layanan primer dan rujukan.

Lalu menyusun alur pengendalian dari peningkatan kepedulian di level posyandu hingga penanganan komplikasi di level rumah sakit, penyusunan program prioritas pengendalian diabetes melitus beserta target indikator yang diukur secara berkala dan pengembangan perluasan layanan di posyandu sampai ke tingkat desa/kelurahan serta dusun.

Eva mengatakan semua intervensi dan upaya akan dijalankan dengan melihat terlebih dahulu segmen populasi yang menjadi sasaran. Saat ini ada tiga populasi target yakni populasi berisiko diabetes melitus yang berusia lebih dari 15 tahun berkisar 219 juta orang, populasi yang sudah atau belum terdeteksi diabetes melitus ada 19,5 juta orang dan telah terdiagnosis 5,2 juta orang.

“Concern kita semua bagaimana bisa menurunkan prevalensi diabetes di Indonesia. Ini termasuk penyakit dengan beban biaya tertinggi yang harus kita turunkan agar negara kita tidak menjadi negara yang banyak penderita diabetesnya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement