Rabu 16 Nov 2022 14:23 WIB

Badan Pangan: Harga Bahan Pokok Terkendali, Kecuali Beras

Tren harga beras terus mengalami kenaikan sejak Juli 2022.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang merapikan karung beras di kiosnya. Ilustrasi
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pedagang merapikan karung beras di kiosnya. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) menyatakan seluruh harga bahan pangan pokok dalam posisi terkendali, kecuali beras. Pasalnya, tren harga beras terus mengalami kenaikan sejak Juli 2022.

"Tiap hari kami memantau lewat enumerator di 514 kabupaten/kota dan harga pangan terkendali. Yang harus diwaspadai harga gabah di produsen dan beras di konsumen," kata kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga

Ia menyampaikan, sejak Juli hingga pertengahan November harga gabah kering panen (GKP) di petani telah meningkat sebesar 15,7 persen, harga gabah kering giling (GKG) di penggilingan turut naik 11,4 persen.

Alhasil harga beras di tingkat konsumen ikut mengalami kenaikan sebesar 4,26 persen dari Rp 10.700 per kg di bulan Juli menjadi Rp 11.180 per kg saat ini.

Meski demikian, Arief menilai kenaikan harga beras tidak sepenuhnya akibat faktor penawaran dan permintaan. Ia menyebut adanya keseimbangan baru harga beras pasca pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa bulan lalu. Selain itu terdapat kenaikan biaya produksi, termasuk pupuk.

"Tapi memang tidak langsung sama kenaikannya. Misal BBM naik 30 persen, harga beras tidak naik 30 persen karena ada komponen lainnya. Biaya produksi tidak selalu berbanding lurus," katanya.

Di sisi lain, ia menilai kecenderungan kenaikan harga beras juga dipengaruhi dari stok cadangan beras yang dimiliki Bulog. Saat ini Bulog hanya memiliki cadangan sekitar 650 ribu ton dari yang ditugaskan pemerintah sebesar 1,2 juta ton.

"Perspektif pasar saat Bulog hanya memiliki stok di bawah 1 juta ton, itu akan sangat bahaya," kata dia.

Ketua Komisi IV, Sudin, lantas mempertanyakan klaim Kementerian Pertanian yang menyebut Indonesia surplus beras 6,7 juta ton. Data tersebut diketahui bersumber dari survei BPS yang menyatakan adanya pasokan beras sebanyak itu yang tersebar di masyarakat.

"Surplus 6,7 juta ton ini ada dimana saja?  Swasembada itu mencukupi  kalau surplus itu kelebihan, jadi ini ada atau tidak ada?, " ujarnya.  

Merespons itu, Arief menjelaskan, dari stok beras saat ini sebanyak 6,7 juta ton sekitar 50 persen atau 3,3 juta ton ada di rumah tangga. Jika dirata-ratakan, setiap rumah terdapat 4,8 kg beras. Namun ia menegaskan, angka-angka tersebut berupa hasil survei.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement