Jumat 18 Nov 2022 00:09 WIB

Suami Pukuli Istri karena Dugaan Selingkuh, Menteri Bintang: Harus Disanksi Tegas

Kedua anak korban merasa tertekan usai menyaksikan kekerasan yang dialami ibunya.

Red: Ratna Puspita
Menteri PPPA Bintang Puspayoga
Foto: Dok Kementrian PPPA
Menteri PPPA Bintang Puspayoga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mendorong pemberian sanksi tegas kepada suami berinisial T yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya berinisial K di Kademangan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pemukulan itu diduga karena sang istri berselingkuh.

"Kemen PPPA akan mengawal kasus ini," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Kamis (17/11/2022).

Baca Juga

Ia menyayangkan kekerasan fisik yang dilakukan T terhadap istrinya tersebut. "Apapun alasannya, tidak dibenarkan suatu permasalahan diselesaikan dengan cara kekerasan. Selain itu, anak korban turut menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya terhadap ibunya. Itu dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikis anak," kata dia.

T memukul K karena mendapat informasi dari orang sekitar mengenai istrinya berselingkuh meskipun informasi tersebut masih dugaan. Bintang Puspayoga mengatakan pemukulan yang dilakukan seorang suami kepada istrinya termasuk bentuk KDRT sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).Pelaku dapat dikenakan pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 6 jo Pasal 44 UU PKDRT.

Menteri PPPA mengapresiasi peran Polsek Cisauk/Setu yang merespons cepat setelah video KDRT yang disebarluaskan oleh anak korban viral di media sosial. Polisi telah mengamankan pelaku T. Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Kemen PPPA telah melakukan penjangkauan terhadap korban dan dua anak korban, yaitu E (16) dan E (8).

Berdasarkan hasil asesmen awal, meskipun kedua anak korban sudah merasa lebih tenang, anak korban, khususnya E (16), masih trauma dan tidak ingin meninggalkan ibunya yang menjadi korban KDRT. "Saat ini, kedua anak korban tidak masuk sekolah karena masih merasa tertekan pasca-menyaksikan kekerasan yang dialami ibunya dan ketakutan ketika melihat seseorang yang mirip ayahnya," kata dia.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang Selatan selanjutnya akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban dan anak-anak korban. Bintang Puspayoga menambahkan pemulihan trauma korban merupakan prioritas, khususnya anak yang menyaksikan langsung peristiwa kekerasan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement