Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Nasional, Kiat Penyelesaian Kasus Pertanahan

Mafia tanah dan sengketa lahan, beberapa yang jadi penyebab persoalan sistem tanah

Kamis , 24 Nov 2022, 08:07 WIB
Anggota Komisi II DPR RI Riyanta meminta, agar Pemerintah dapat mensinkronisasikan dan mengharmonisasikan ketentuan-ketentuan nasional di bidang pertanahan.
Foto: DPR
Anggota Komisi II DPR RI Riyanta meminta, agar Pemerintah dapat mensinkronisasikan dan mengharmonisasikan ketentuan-ketentuan nasional di bidang pertanahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Riyanta meminta, agar Pemerintah dapat mensinkronisasikan dan mengharmonisasikan ketentuan-ketentuan nasional di bidang pertanahan, agar implementasi di tingkat daerah dapat berjalan maksimal dan efektif.

"Hal yang perlu diambil langkah-langkah dari nasional yaitu melakukan langkah-langkah sinkronisasi dan harmonisasi, akan ketentuan-ketentuan nasional yang mendapat pelayanan sektor pertanahan di daerah," katanya kepada Parlementaria di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022), dalam siaran persnya.

Baca Juga

Riyanta menilai, dari seluruh persoalan pertanahan yang menjadi concern Komisi II DPR RI dalam kunspek ke Jawa Tengah yang berkaitan dengan Hak Guna Usaha (HGU), mafia tanah dan sengketa lahan, beberapa hal yang menjadi penyebab menurutnya adalah persoalan-persoalan di sistem nasional.

"Contoh, ada beberapa peraturan nasional baik itu yang diatur di Kemendagri, KemenATR/BPN atau  UU yang ada di nasional, tapi persoalan-persoalan ini sebetulnya yang membuat satu persoalan di daerah itu tidak bisa tuntas," ungkapnya.

Menurutnya, bukan tanpa alasan mengapa dirinya mengusulkan agar Pemerintah mengharmonisasikan dan mensinkronisasikan peraturan nasional dalam penyelesaian pertanahan, hal ini tidak lain guna meningkatkan mutu pelayanan di sektor pertanahan.

"Seperti contoh, kaitan tadi yang disampaikan objek tanah di Blora Cepu, itu ada UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, kemudian ada Permendagri yang berkaitan dengan tanah pengelolaan aset daerah, ini bisa diurai manakala peraturan-peraturan yang ada di nasional itu diharmonisasikan disinkronkan jadi tidak tumpang tindih," ujarnya.

Perlu juga diakui dalam pelaksanaan pengelolaan tata ruang, Pemerintah Daerah sangat sulit untuk menjaga konsistensi dengan kebijakan RTRW yang ada, masih banyak ditemukan pelanggaran dalam pemanfaatan ruang, penambahan struktur daratan atau reklamasi dan pembangunan di sepanjang pantai yang hanya mengandalkan infrastruktur jalan yang ada tanpa melakukan riset tentang resiko bencana.

Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian serius Komisi II DPR RI terkait dengan pengelolaan tata ruang wilayah dan segala permasalahannya, terutama pascaterbitnya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ditambah lagi permasalahan pemberian HGU, yang tidak dimanfaatkan sehingga menjadi tanah terlantar, tumpang tindih dengan tanah masyarakat dan masyarakat hukum adat, Pemegang HGU yang sampai saat ini belum memberikan lahan plasma kepada masyarakat dan beberapa permasalahan lain yang berujung pada konflik dan sengketa pertanahan yang eskalasinya terus meningkat dari tahun ke tahun.