Kamis 24 Nov 2022 20:18 WIB

Sri Mulyani Pertimbangkan Pemberian Bantuan Atasi Badai PHK

Fenomena badai PHK antara lain terjadi karena pengendalian permintaan ekspor.

Red: Indira Rezkisari
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mempertimbangkan pemberian bantuan terkait PHK.
Foto: AP/Patrick Semansky
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mempertimbangkan pemberian bantuan terkait PHK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mempertimbangkan pemberian bantuan untuk mengatasi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sedang melanda Tanah Air saat ini. "Kami akan melihat instrumen mana yang bisa dibantu dan siapa yang harus dibantu, apakah korporasi-nya atau buruh-nya," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: APBN KITA November 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (24/11/2022).

Kendati demikian, untuk membuat bauran kebijakan dalam mengatasi badai PHK tersebut, ia mengaku akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan berbagai pihak. Yaitu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Baca Juga

Jika memang nanti buruh yang terkena atau terancam PHK yang diberi bantuan, akan dipertimbangkan apakah bantuan berasal dari Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan. Sementara jika korporasi yang diberi bantuan, akan dipertimbangkan apa akan kembali diberikan penundaan atau pengurangan pembayaran pajak penghasilan (PPh) 25.

Sri Mulyani menjelaskan fenomena badai PHK antara lain terjadi karena pengendalian permintaan ekspor, terutama tekstil dan produk tekstil serta alas kaki, dari beberapa negara maju dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif. "Kami lihat ini dampaknya terhadap ekspor bukan hanya di Indonesia, tetapi di Vietnam dan Bangladesh," ujarnya.

Ia menuturkan terdapat tekanan pada ekspor tekstil dan produk tekstil di beberapa korporasi pada bulan Oktober 2022, sedangkan ekspor alas kaki masih cukup baik. Maka dari itu, seluruh data korporasi tersebut akan terus dipantau, mulai dari tren impor bahan bakunya, ekspor, hingga pembayaran pajak untuk PPh, pajak pertambahan nilai (PPN), serta restitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement