Selasa 29 Nov 2022 15:51 WIB

Dakwah Wasathiyah Jadi Materi Utama Standardisasi Dai MUI

Dakwah itu membangun, bukan merusak.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Dakwah di Papua (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dakwah di Papua (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Standardisasi Kompetensi Dai angkatan ke-18 di Wisma Mandiri, Menteng, Jakarta, pada Senin (28/11/2022). Dakwah wasathiyah dan penguatan kebangsaan menjadi materi utama program standardisasi kompetensi dai MUI.

Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, mengatakan, materi utama yang diajarkan kepada peserta standardisasi kompetensi dai adalah penguatan dakwah Islam wasathiyah bagi para dai. Dakwah wasathiyah adalah dakwah yang santun, mendamaikan, mencari solusi, dan menyatukan umat.

Baca Juga

"Jadi kita ingin para dai itu dalam berdakwah punya misi yang sama dalam mendamaikan umat, menyatukan umat, menjaga kondusifitas umat," kaya Kiai Zubaidi kepada Republika, Selasa (29/11/2022)

Ia menyampaikan, Komisi Dakwah MUI berharap para dai lebih berorientasi untuk kepentingan umat daripada kepentingan kelompok atau individu.

Ia menambahkan, penguatan kebangsaan juga menjadi materi utama standardisasi kompetensi dai MUI. Para dai harus mengikuti fatwa MUI, di antaranya MUI telah menyatakan bahwa NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika itu sudah final, maka para dai juga perlu mendakwahkan semua itu.

"Jadi para dai jangan lagi mengutak-atik dasar negara dan bentuk negara Indonesia. Sebaiknya dai lebih fokus dalam upaya pemberdayaan umat," ujarnya.

Kiai Zubaidi mengatakan, mereka yang sudah ikut standardisasi kompetensi dai, Insya Allah telah memahami persoalan keislaman, kebangsaan dan metoda dakwah yang baik.

Ia menjelaskan, mengenai ide terlaksananya program standardisasi kompetensi dai ini muncul karena banyaknya dai yang tampil di depan publik namun kurang menguasai konten. Di sisi lain banyak juga dai yang kurang memiliki wawasan kebangsaan dan metode dakwah yang kurang pas.

"Dai dengan konten yang kurang memadai ini berisiko membuat masyarakat kurang tercerahkan, bahkan bisa memanas, padahal yang disampaikan tersebut kebenaran, yang lebih mengkhawatirkan, para dai sendiri bisa terjebak dalam persoalan hukum negara," jelas Kiai Zubaidi.

Kiai Zubaidi mengatakan, sebenarnya standardisasi kompetensi dai bukan pelatihan. Semua dai berkumpul di sini untuk menyamakan visi dan misi bahwa dakwah harus memiliki tujuan yang sama.

Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, mengatakan bahwa dakwah itu membangun, bukan merusak, apalagi merubuhkan. "Kalau ada yang belum sempurna, belum sesuai dengan apa yang kita kehendaki, maka mari kita perbaiki, jangan dirusak," kata Kiai Marsudi.

Kiai Marsudi memberikan perumpamaan bagaimana seseorang diberi makanan yang banyak dan semuanya halal. Meski semua halal namun dia tetap harus memilih, dia harus sesuaikan dengan kondisi tubuhnya, kalau dia telah mengidap penyakit gula maka dia harus menghindari makanan yang manis-manis.

"Dakwah pun demikian juga, meskipun banyak materi dakwah yang bisa kita utarakan kepada masyarakat, tetap saja harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negara," ujar Kiai Marsudi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement