Jumat 02 Dec 2022 22:10 WIB

Fustat yang tak Meredup

Meski ibu kota telah pindah ke Kairo, Fustat masih menjadi kota penting.

Red: Agung Sasongko
Benteng al-Fustat, Kairo, Mesir.
Foto: Wikipedia
Benteng al-Fustat, Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID,  Meski ibu kota telah pindah ke Kairo, Fustat masih menjadi kota penting. Mantan ibu kota Mesir ini tetap menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan. Kota ini (Fustat) menggambarkan kejayaan Islam. Orang-orang dari berbagai belahan dunia menjalankan aktivitas bisnis di sini.

James E Lindsay dalam Daily Life in the Medieval Islamic World mengungkap, di Fustat, tak sedikit pedagang dari Barat yang membangun gudang penyimpanan barang. Begitu pun para pedagang dari Timur. Tak hanya riuh oleh geliat perdagangan, Fustat juga tak pernah sepi dari sentuhan keagamaan.

Baca Juga

Digambarkan oleh guru besar sejarah dari Colorado State University ini, Fustat begitu semarak dan penuh dengan manusia saat ada perayaan keagamaan. Sementara warga Fustat umumnya tinggal di sebuah bangunan semacam apartemen yang bertingkat empat atau lima. Tiap-tiap apartemen dihuni sekitar 200 orang.

Soal makanan di Fustat, Lindsay juga menceritakannya dengan cukup rinci. Kota ini, kata dia, punya banyak makanan lezat. Gula-gula sangat murah, pisang ada di mana-mana. Begitu pula kurma dan sayur-mayur. Kayu bakar pun melimpah ruah, sementara air dan udaranya segar. Pendek kata, Fustat merupakan salah satu kota terbaik di jagat pada masa itu. 

Sungai Nil yang membelah Fustat menjadi urat nadi perdagangan dan transportasi yang penting. Dari sungai ini, banyak kapal feri berlayar menuju Pelabuhan Alexandria dan Damietta di Laut Tengah. Kapal yang lain bergerak ke selatan menuju Aswan. Sebaliknya, ada pula kapal-kapal dari Laut Tengah yang kemudian merapat di Sungai Nil untuk menurunkan barang-barang dan penumpang yang berasal dari berbagai latar belakang. Ada pedagang, seniman, Muslim, Nasrani, dan Yahudi.

Kapal-kapal yang berlayar dari Laut Tengah pun mengibarkan bendera berbeda-beda, termasuk dari negeri di Barat yang non-Muslim. Perbedaan agama dan politik ini nyatanya tak memengaruhi aktivitas bisnis pemerintahan Fatimiah di Mesir.

Alhasil, Fustat menjadi kota yang makmur. Gambaran kemakmuran Fustat setidaknya bisa dilihat dari pusat perdagangan di dekat Masjid Amr bin As. Di sebelah utara masjid ini, terdapat pasar yang disebut Suq al Qanadil (Pasar Lampu). Untuk ukuran saat itu, pasar ini sangat mewah dan tak ada duanya di dunia. Sebagian besar barang di pasar ini adalah barang impor yang berasal dari berbagai belahan dunia.

Ada aneka lampu dan kristal cantik, juga beragam barang unik. Misalnya, tempurung kura-kura yang dibentuk menjadi aneka barang seperti sisir, kotak perhiasan, gagang pisau, dan lain-lain. Ada pula sejenis kulit dengan motif dan tekstur mirip kulit macan tutul yang kemudian dibuat menjadi alas kaki.

Di luar barang-barang impor itu, Fustat juga memiliki produk unggulan sendiri. Kota ini dikenal sebagai penghasil kulit berkualitas, kain yang terbuat dari benang rambut unta serta wol bulu domba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement