Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrul

Catatan Sejarah Dalam Selembar Koran

Sejarah | Saturday, 10 Dec 2022, 12:35 WIB

Suatu masa saya bersama beberapa teman pergi ke sebuah perpustakaan sekolah menengah atas di Kota Bandung. Saat itu kebetulan saya dan kawan-kawan mendapat tugas, dimana bahan untuk menyelesaikan tugas tersebut berada di perpustakaan. Jujur itu pertama kali saya menginjakkan kaki di perpustakaan. Ketika masuk kami disambut dengan alunan musik keroncong, dengan visual seorang penjaga perpustakaan tua berkacamata duduk menyender di kursi tengah membaca Koran dengan khusyuk. Saking khusyuknya ketika kami bicara minta izin untuk masuk, petugas tersebut hanya menyuruh kami menyimpan tas di tempat penitipan dengan mata masih terus membaca koran.

Gambaran tersebut membekas dalam ingatan, ketika secara kebetulan saya masuk ke Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan. Masa depan saya menjadi orang yang duduk membaca Koran sambil mendengarkan musik keroncong menjadi ejekan teman-teman karena memilih jurusan tersebut. Takdir memang punya caranya sendiri, ucapan adalah doa, ketika saya bekerja di Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional. Ingatan lelaki tua berkacamata sedang membaca koran kembali teringat, keasyikannya dalam membaca Koran yang membuat penasaran kembali terlintas.

Keseharian saya di tempat bekerja kurang lebih bisa disamakan dengan orangtua berkacamata tadi, namun minus musik keroncongnya. Tapi tentang keasyikannya dalam membaca Koran, ternyata sedikit demi sedikit saya mulai mengerti. Banyak hal menarik yang bisa kita temui di Koran, tidak melulu tentang hal berat seperti berita politik dan ekonomi, banyak juga kabar-kabar ringan tentang mode, budaya, dan kehidupan sosial masyarakat. Beberapa komik singkat bersambung juga akan kita temukan dibeberapa edisi surat kabar nasional sebagai sarana hiburan masyarakat.

Suasana membaca koran akan dirasakan berbeda ketika kita membaca koran-koran tua. Tampilan kuning kertas, dengan ejaan lama berikut dengan bahasa yang mungkin akan sedikit sulit untuk mengerti bila belum terbiasa. Kita akan dibawa kepada peristiwa-peristiwa yang dimuat di koran dan dengan sendirinya akan mencoba menggambarkan situasinya pada saat itu. Setiap peristiwa yang tercatat di dalamnya merupakan bukti sejarah, sebuah bukti yang mengabadikan suatu kejadian semasa dengan saat koran itu terbit. Ibarat sebuah catatan materi kuliah, yang akan kita buka kembali untuk menghadapi ujian. Seperti sebuah undang-undang yang akan dibuka kembali ketika menemui permasalahan yang sudah ditentukan aturannya. Begitu juga dengan suatu kejadian bersejarah yang harus dibuktikan kebenarannya salah satunya dengan mencari pemberitaannya di surat kabar.

Selama ini orang awam menjadikan koran sebagai sarana untuk mengetahui informasi harian sekali pakai untuk langsung dibuang atau dikumpulkan untuk ditimbang dan dijual kepada tukang loak, kebanyakan para pembaca koran menyerap informasi dari media tersebut sebatas menjadi tahu dan berkata “oh begitu” sembari menganggukan kepala.

Bila melihat dari sudut pandang para sejarawan ternyata surat kabar atau koran tadi menjadi aspek penting dalam pembuktian kebenaran suatu peristiwa. Lebih lanjut lagi kita akan menemukan fakta bahwa, sebagian besar kisah perjuangan, tokoh-tokoh yang terlibat perjuangan, apa saja yang dilakukan selama masa penjajahan, masalah apa saja saat perang revolusi, hingga terbentuknya Negara Indonesia yang Merdeka, ini semua dibuktikan dengan catatan surat kabar. Benarkah?

Hal menarik saya dapatkan ketika terlibat dalam pengusulan pahlawan nasional beberapa tahun kebelakang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, Pasal 24 bahwa calon pahlawan nasional yang diajukan harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus, ada beberapa poin yang menjadi acuan pada pasal tersebut yang intinya adalah calon pahlawan harus terbukti memang berjuang untuk Bangsa Indonesia. Lalu kemudian bagaimana cara membuktikan bahwa tokoh tersebut benar-benar berjuang untuk bangsa ini? salah satu item pembuktian yang autentik dan diminta oleh tim pengkaji adalah artikel surat kabar/koran yang sezaman dengan perjuangan tokoh tersebut. Banyak tokoh yang tidak bisa menjadi pahlawan nasional karena perjuangannya hanya berdasarkan cerita lisan dan tidak pernah tercatat serta dimuat dalam surat kabar.

Potret Otto Iskandardinata. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional (Pemandangan, 25 Juli 1934)

Cerita lain dari selembar artikel dalam surat kabar adalah ketika seorang kakek yang bercerita kepada cucunya bahwa beliau pernah menyelamatkan satu rangkaian kereta dari sebuah kecelakaan fatal, dimana di dalam kereta tersebut terdapat seorang pejabat TNI bersama rombongannya menjadi penumpang dari kereta tersebut. Awalnya sang cucu hanya menganggap cerita tersebut sebagai dongeng penghibur belaka, namun ketika cerita tersebut diabadikan dalam sebuah surat kabar, kisah kakek kepada cucunya itu terbukti benar, hal tersebut membawa kebanggaan tersendiri bagi cucu serta keluarga besarnya. Sepele namun hal tersebut membuktikan bahwa surat kabar punya andil besar dalam menyimpan catatan peristiwa pada masa lalu.

Artikel kisah warga sipil menyelamatkan gerbong kereta api dari kecelakaan. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional (Mimbar Kabinet Pembangunan, November 1968)

Surat kabar memang bukan sekedar lembaran dengan tulisan, semenjak menjadi media massa di kalangan masyarakat, surat kabar menjadi alat untuk membuka wawasan para pembacanya, setiap artikel membawa misi agar setiap yang membaca mengerti dengan apa yang terjadi saat itu di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan tidak jarang menjadi awal dari sebuah pergerakan masiv. Terkadang kabar kurang mengenakkan dan fakta pahit pun perlu disampaikan, yang berakibat menyinggung individu ataupun suatu kelompok. Karena pengaruh besar dari surat kabar tadi, hal tersebut mengakibatkan sebuah surat kabar bisa diberedel (dihentikan penerbitan secara paksa) untuk tetap membuat suasana di masyarakat tetap kondusif.

Harian Abadi surat kabar yang telah terbit dari tahun 1951, pada tanggal 28 Juni 1960 pernah diberedel akibat dari memuat karikatur yang menyindir orang berkuasa saat itu. Hal serupa terjadi pada “Raja Harian Sore” Sinar Harapan, yang pernah diberedel pada tahun 1986. Kemudian Pimpinan Redaksi Rosihan Anwar sampai membuat artikel mengharukan berjudul “Selamat Tinggal! Sampai Berdjumpa lagi” pada koran Pedoman edisi 8 Januari 1961 sebelum koran yang dipimpinnya tersebut diberedel satu hari setelah artikel tersebut terbit.

Fenomena lain dalam sejarah surat kabar adalah tentang pergantian nama judul surat kabar. Banyak faktor yang membuat surat kabar harus mengganti namanya. Pasca pemberedelan, Sinar Harapan beberapa waktu setelahnya sempat terbit kembali dengan nama Suara Pembaruan sebelum terbit kembali dengan nama Sinar Harapan pada tahun 2001. Koran legendaris Sin Po pada 30 Januari 1960 berubah nama menjadi Panjtawarta karena mengikuti aturan pemerintah untuk merubah istilah asing ke bahasa Indonesia, 11 bulan berselang tanggal 5 Desember 1960 menjadi Warta Bhakti.

Pengumuman pergantian nama Sin Po menjadi Pantjawarta, serta pengumuman perubahan nama Pantjawarta menjadi Warta Bhakti. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional

Sebenarnya banyak lagi hal-hal yang bisa kita gali dari surat kabar, selain sebagai bukti nyata dari fakta sejarah yang saya ceritakan tadi, surat kabar bisa menjadi bahan riset atas kejadian-kejadian yang berulang, seperti fenomena alam maupun riwayat penyakit yang pernah melanda. Fungsinya adalah para peneliti saat ini dapat menjadikan artikel-artikel yang berkaitan sebagai dasar dalam menanggulangi kejadian serupa agar dapat menemukan solusi yang lebih baik dari masa sebelumnya.

Potret dari dampak bencana angin puyuh di Dramaga, Bogor tahun 1933. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional (Siang Po, 7 Februari 1933)

Selain itu surat kabar juga mungkin bisa menjadi sarana untuk sedikit bernostalgia tentang kehidupan masa lalu, mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang mungkin kita alami dan kebetulan pernah dimuat di surat kabar. Kadang setiap individu perlu flashback ketika sudah mulai stuck untuk maju kedepan, tapi dengan sedikit mengingat masa lalu, kita dapat sedikit mengambil ancang-ancang lebih jauh agar dapat berlari lebih kencang dan mendobrak halangan di depan dengan lebih kuat.

Maka kemudian dari semua yang saya temukan di koran tadi, bisa kita pahami bersama bahwa koran bukan sekedar tulisan dalam selembar kertas yang setelah kita baca dapat dibuang begitu saja. Koran adalah lembaran penting yang mencatat detail setiap peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat, yang akan dicari dan digali kembali untuk menjadi sebuah bukti sejarah yang tidak dapat terbantahkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image