Memandangi Rio de Janeiro dari Ketinggian Corcovado

Reuters/Paul Hanna
Turis menikmati matahari terbenam di puncak Gunung Corcovado, Rio de Janeiro, Brasil.
Red: Didi Purwadi

Oleh Endro Yuwanto dari Rio de Janeiro

Ketika sebagian besar warga kota Rio de Janeiro sibuk menyiapkan diri untuk menyaksikan pertandingan tim nasional Brasil melawan Kamerun di Grup A Piala Dunia 2014 di Estadio Nacional Brasilia, Senin (23/6), ribuan suporter dari negara di luar Brasil justru memilih menyerbu lokasi wisata di Rio de Janeiro.


Selain pantai Copacabana, tujuan utama pelesir para suporter dari berbagai negara itu adalah patung Cristo Redentor di puncak Gunung Corcovado.

Tak sulit untuk mencapai lokasi Cristo Redentor meski patung itu berada pada ketinggian 710 meter. Agaknya Pemerintah Brasil telah mempersiapkan diri sejak lama agar dua lokasi favorit, Copacabana dan Cristo Redentor, mudah dijangkau turis.

Di Rio de Janeiro, hampir semua bus melalui rute ke Copacabana. Namun untuk menuju Cristo Redentor agak berbeda. Dibutuhkan sedikit perjuangan dan uang lebih untuk mencapai puncak gunung itu.

Jika datang terlambat, jangan harap bisa menggunakan vertical cog train dari Stasiun Largo do Machado dengan tarif 50 Reais atau sekitar Rp 275 ribu. Sekitar pukul 14.00 saja, loket vertical cog train sudah ditutup karena dipenuhi pengunjung.

Namun bagi turis yang gagal naik train masih mungkin mendaki puncak Gunung Corcovado. Ada alternatif transportasi di luar stasiun yakni menggunakan extra van dengan tarif 51 Reais atau sekitar Rp 280 ribu.

Perjalanan dari Largo do Machado ke puncak Gunung Corcovado membutuhkan waktu tak terlalu lama sekitar 30 menit. Saat melakukan pendakian, para pengunjung sudah mendapat sajian pemandangan indah kota Rio de Janeiro.

Namun jangan kaget setibanya di puncak. Para turis harus mengantre panjang mendaki ratusan anak tangga sepanjang 100-an meter untuk mencapai patung Cristo Redentor. Untunglah sesampainya di puncak, kelelahan saat mendaki segera terbayar dengan mata yang dimanjakan oleh pemandangan menakjubkan.

Rio de Janeiro dari atas Gunung Corcovado terlihat amat menawan. Sebuah kota dengan landskap yang sangat lengkap.

Ada pantai Ipanema dan Copacabana dengan pasir putihnya, bukit bukit hijau di sepanjang kawasan hutan Tijuca, pegunungan coklat hijau Sugarloaf, gedung-gedung pencakar langit, rumah-rumah yang menempel bukit, jembatan yang membelah Teluk Guanabara Rio-Niteroi, danau biru Lagoa Rodrigo de Freites, dan tentu saja stadion legendaris: Maracana.

Tepat di bawah patung Cristo Redentor yang merentangkan tangannya, ratusan turis sibuk berpose mengabadikan diri. Ada pula yang sekadar melihat hamparan kota Rio de Janeiro dari samping patung Cristo Redentor yang mulai dibangun pada 1922. Di sisi tangga juga tersedia beberapa kafe dan toko-toko suvenir khas tentang Cristo Redentor yang berdiri sejak masa kejayaan gerakan Art Deco.

Ribuan turis yang sebagian besar mengenakan jersey tim nasionalnya plus bendera negaranya terlihat menikmati sajian pemandangan di sekitar patung Cristo Redentor setinggi 38 meter itu. Ada suporter dari Prancis, Rusia, Belgia, Cile, Meksiko, Kolombia, Argentina, Uruguay, Jepang, dan yang lainnya.

Nyaris sulit menemukan pengunjung dari tuan rumah Brasil. Mungkin saat itu warga Brasil lebih memilih menyaksikan pertandingan tim nasionalnya kontra Kamerun. Lantas adakah pengunjung dari Indonesia pada hari itu?

"Hai Anda dari Indonesia ya?" Tiba-tiba seorang wanita usia 25 tahunan menyapa. Namanya Ari, wanita kelahiran Aceh yang mengunjungi Brasil bersama suaminya, pria asal Prancis bernama Chris.

Namun Ari mengunjungi Brasil tentu bukan untuk mendukung tim nasional Indonesia yang sejak 1938 tak pernah lagi tampil di Piala Dunia. Wanita alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mengikuti suaminya yang merupakan penggemar sejati skuat Prancis, Les Bleus.

Ari dan Chris yang menetap di Singapura sudah dua pekan ini berada di Brasil. Mereka terbang ke Salvador, Porto Alegre, dan Rio de Janeiro hanya untuk mengikuti ke manapun tim nasional Prancis bertanding.

"Senang sekali rasanya, dua minggu di sini baru sekarang bertemu orang Indonesia," katanya.

Tak ada waktu terlalu lama untuk saling bertutur kata dengan Ari dan Chris. Karena pengunjung yang hendak naik menuju patung Cristo Redentor semakin membludak.

Saat turun pun semua pengunjung harus rela mengantre. Pun saat hendak pulang dengan mengendarai train maupun menumpang extra van, semuanya harus mengantre. Berbaris hingga ratusan meter.

Namun wajah wajah puas dan gembira tersirat jelas. Mungkin Rio de Janeiro akan selalu dikenang sebagai salah satu kota terindah yang pernah mereka singgahi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler