Sepak Bola Bersenang-senang
Oleh: Guntur Cahyo Utomo
Pelatih Mental Timnas U-19 Indonesia
Bagi anak-anak usia di bawah 12 tahun, sepak bola tidak berbeda dengan apa yang mereka lakukan dalam keseharian, bermain. Sepak bola hanyalah salah satu aktivitas yang juga sangat khas mereka. Melalui bermain, mereka mengeksplorasi dunia, mencari tahu semua hal dan belajar melalui permainan itu sendiri.
Keterampilan bermain sepak bola harus tumbuh seiring dengan perkembangan usia dan semua karakteristik yang mengikutinya. Perkembangan fisik dan mental mempunyai tahapan yang jelas dan berjenjang sehingga pendekatan yang harus ditempuh pun menjadi berbeda.
Terkadang para pelatih merasa terburu-buru untuk secepat mungkin ingin melihat anak-anak didiknya tumbuh dewasa. Buktinya, anak-anak tersebut diberi materi latihan yang terlalu berat dan menekan sehingga mengurangi kegembiraan anak-anak tersebut dalam bermain sepak bola.
Efek yang timbul antara lain berupa terhambatnya pertumbuhan fisik yang maksimal. Otot dan tulang yang dirangsang terlalu kuat pada saat tubuh anak-anak belum kuat akan memaksanya matang sebelum waktunya.
Latihan beban saat anak-anak masih berada dalam pertumbuhan akan sangat mungkin mengganggu pertumbuhan fisiknya. Tinggi badan serta kekuatan maksimal yang bisa dicapai oleh pemain tidak akan bisa mencapai titik optimal.
Secara psikologis, tumbuh kembang anak-anak juga harus diurutkan sesuai dengan tugas perkembangannya. Jika tidak, akan muncul efek-efek yang mendekati pengalaman traumatis kepada anak-anak. Seandainya terus menerus dipaksakan maka akan muncul sebagai hambatan psikologis di masa mendatang. Salah satu efek yang paling sering muncul adalah gagalnya seorang pemain dalam menghadapi tekanan yang tinggi saat pertandingan.
Oleh karena itulah, seorang pelatih harus benar-benar memahami tahapan-tahapan perkembangan fisik dan psikis anak-anak. Setelah itu, seorang pelatih harus mampu mengolah teknik-teknik kepelatihan agar sesuai dengan tahapan umur dari para anak didiknya.
Elemen yang sering kali hilang dari sesi latihan untuk para pemain-pemain cilik tersebut adalah hilangnya kegembiraan dalam proses latihan. Pelatih terkadang selalu memasang wajah sangar hanya dengan tujuan agar para pemain takut kepadanya sehingga bisa menghormatinya. Tapi, yang terjadi justru anak-anak bermain dalam suasana tertekan dan tidak lagi menikmati aktivitas sepak bola sebagai aktivitas yang menyenangkan.
Tidak jarang juga, ego pelatih dipaksakan untuk dilaksanakan oleh para pemainnya. Pelatih menganggap permainan sepak bola harus selalu dimenangkan. Eksistensi dirinya terlihat ketika mereka membawa timnya berhasil mengalahkan lawan, apa pun caranya.
Hal ini yang terkadang memancing para pelatih untuk membentak-bentak para pemain ketika mereka melakukan kesalahan. Tentu saja hal tersebut akan memengaruhi kondisi psikologis anak-anak tersebut di kelak kemudian hari.
Pada intinya, sepak bola untuk anak-anak usia dini harus bersifat menyenangkan dan menggembirakan. Bagaimanapun juga, proses belajar dari anak-anak selalu diiringi dengan permainan yang menyenangkan. Begitu juga dengan proses belajar sepak bola.
Seorang pelatih atau pembina harus benar-benar mampu mengemas konteks sepak bola sesuai dengan kecenderungan usia anak-anak yang dibinanya. Dari sisi psikologis, masing-masing kelompok usia mempunyai apa yang disebut sebagai tugas perkembangan. Jika dalam satu fase tugas perkembangan ini berhasil dipenuhi maka akan muncul tugas perkembangan berikutnya yang lebih kompleks. Akan tetapi, jika tidak mampu diselesaikan dengan baik maka akan ada tugas perkembangan yang terpotong.
Kondisi itu akan berefek pada kemampuan logika, nalar, dan pengambilan keputusan dari seorang individu pada kemudian hari. Kita bisa membayangkan apa yang terjadi jika seorang pemain sepak bola tidak mempunyai logika dan kemampuan pengambilan keputusan dengan baik. Sepak bola adalah persoalan memecahkan masalah dengan eksekusi teknis yang benar.
Selama pertandingan, para pemain terus menerus mempunyai masalah, yaitu lawan yang melakukan tekanan, bola dikuasai lawan, kondisi lapangan, dan sebagainya. Jika pemain tidak mampu menggunakan logika dan pengambilan keputusan dengan baik maka niscaya pemain tersebut tidak akan berkembang.
Oleh karena itu, bagi para pelatih-pelatih untuk usia muda marilah kita membekali diri kita dengan bekal ilmu psikologi yang cukup dengan tujuan agar kita mampu memberikan materi yang tepat kepada anak didik kita. Jika materi yang diberikan tepat sasaran maka tumbuh kembang anak tersebut juga akan lebih optimal.
Untuk bisa bertarung di dalam turnamen seketat Piala Dunia saat ini, dibutuhkan para pemain yang fase perkembangannya terpenuhi secara optimal. Jika tidak, bisa dipastikan pemain tersebut tidak akan mampu bertahan dalam tekanan luar biasa dalam Piala Dunia.