DPR Bahas RUU Pendapatan Negara Bukan Pajak
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mulai melakukan rapat kerja (raker) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Selasa, (25/8). Rapat itu juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Dalam raker tersebut, setiap fraksi mengemukakan pendapatnya mengenai RUU itu. Semua fraksi pun memandang perlu adanya pembaruan UU Nomor 20 tentang BNPB.
"PNBP merupakan pendapatan negara yang memiliki kontribusi cukup besar dan menunjang APBN, serta berperan strategis dalam pertumbuhan ekonomi," ujar Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon.
Hanya saja, ia menambahkan masih banyak tantangan yang terjadi dalam pelaksanaan PBNP. Di antaranya, pungutan tanpa dasar hukum. "Fraksi Hanura menganggap PNBP harus dikelola secara profesional, maka kami setuju terhadap perubahan RUU Nomor 20 mengenai PNBP," ujar dia.
Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Gerindra Ismail Abdullah, juga menganggap perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai PNBP. Untuk memperkuat pelaksanaan PNBP, maka dipandang perlu ada penyempurnaan PNBP agar lebih transparan dan bertanggungjawab. Ismail juga mengingatkan, pembahasan RUU PNBP harus disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Jangan sampai malah menambah beban rakyat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi XI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) HM Amir menyatakan, PNBP sangat strategis mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi di tengah melambatnya perekonomian nasional.
"Perekonomian melambat, harga komoditas terus merosot, dan berpengaruh pada nilai tukar rupiah, sehingga berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat," ujar Amir.
Ia juga menambahkan ada ketidakpastian terhadap perekonomian ke depan, maka perlu solusi untuk mengatasinya. Menurut dia, RUU PNBP merupakan pelengkap perundang-undangan bagi keuangan negara.