RAPBN 2017 Diminta tak Kesampingkan Pembangunan Sosial
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi PDIP Agustina Wilujeng Pramestuti meminta, RAPBN 2017 tidak kesampingkan porsi pembangunan sosial seperti yang tertera pada Pasal 33 UUD 1945 mengenai wawasan kemandirian. Selain itu pajak hutan dan lainnya, harus ditetapkan dengan Undang-Undang.
"Politik anggaran 2017, harus pelaksanaan Trisakti bangsa secara nyata, terutama untuk pemenuhan sandang dan pangan," ujarnya.
PDIP memberi beberapa catatan terhadap kerangka ekonomi makro pemerintah, yaitu perkembangan ekonomi Indonesia cukup baik dalam kuartal pertama dibanding negara di kawasan Asia. Lalu, inflasi rendah dan stabilitas ekonomi harus didukung pemerintah, terutama harga pangan, dan modernisasi alat pertanian yang merupakan kunci harga pangan.
Selain itu, PDIP juga mengingatkan mengenai nilai rupiah terhadap dolar Amerika dan perubahan ekonomi Cina. Agustina meminta pemerintah, BI, dan OJK, untuk terus berkoordinasi lebih baik di bidang kebijakan fiskal maupun moneter demi menjaga ekonomi
Pemerintah juga diminta untuk meningkatkan pendapatan dari BUMN, yang memang harus memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional.
Elnino M. Husein Mohi dari fraksi Gerindra mengungkapkan, penerimaan pajak justru turun, dimana tahun lalu capai 208 triliun rupiah. Realisasi sampai dengan April 2016 lebih rendah dibanding April 2015. Hal itu dinilai sebagai kegagalan capai penerimaan pajak.
"Mengenai kebijakan tax amnesty. Di perspektif lain, mencederai rasa keadilan. Sehingga perlu ditingkatkan potensi pendapatan negara dari sisi lain, di luar pajak," ujarnya.
Belum lagi, agresifnya pembangunan infrastruktur justru sangat membahayakan masa depan Indonesia, karena pembangunan mayoritas malah berdasarkan utang. Selain utang, sumber dana pembangunan juga berasal dari pemangkasan subsidi energi, listrik, dan hukum.
"Fraksi Partai Gerindra sangat tidak setuju atas pemotongan subsidiary akan hajat hidup orang banyak. Dan patut dicurigai perekrutan tenaga kerja lokal yang hanya utopia belaka, dan lebih memilih tenaga kerja Cina," katanya.