Pemerintah Diminta Kreatif Genjot Penerimaan Negara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurunnya pendapatan negara pada APBN 2016 sebesar Rp 88,05 triliun dibanding tahun sebelumnya, memaksa pemerintah lebih kreatif dalam menggenjot penerimaan negara. Penerimaan negara pada RAPBN 2017 juga diproyeksikan cenderung menurun. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan penurunan ini akan berdampak pada realisasi target-target pembangunan yang bersifat strategis dan prioritas seperti kedaulatan pangan dan infrastruktur.
“Pemerintah harus mampu menyiasati penerimaan yang masih bergantung dari pajak. Padahal, penerimaan pajak cenderung menurun dari tahun ke tahun,” ucap Heri, Selasa (19/7), usai rapat kerja dengan pemerintah yang membahas RAPBN 2017.
Dalam APBN-P 2016 proporsinya sudah mencapai 88,04 persen. Penerimaan pajak kuartal I 2016 turun Rp 4 triliun dibanding periode yang sama 2015. Jadi, secara total, penerimaan pajak kuartal I 2016 baru mencapai Rp 194 triliun. Penerimaan pajak dari bea cukai hingga Juni 2016 baru mencapai 33,23 persen dari target.
“Penerimaan yang tidak optimal pasti akan berdampak pada penurunan belanja pemerintah. Dalam APBN-P 2016, belanja pemerintah turun Rp 47,88 triliun akibat revisi penerimaan yang turun. Sebab itu, pemerintah mesti melakukan langkah-langkah strategis,” kata Heri.
Dia mengatakan belanja harus lebih fokus pada agenda prioritas dan strategis yang terukur dan berdampak pada perekonomian nasional. Langkah strategi kedua adalah optimalisasi dan efisiensi belanja ke program-program produktif ketimbang program yang bersifat rutin. Langkah strategis lainnya menyangkut percepatan belanja pusat dan daerah secara lebih agresif, terbuka, dan tepat sasaran.
“Tidak boleh lagi ada anggaran yang mengendap dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya, anggaran kedaulatan pangan yang mencapai Rp 70 triliun tapi dampak penggunaannya tidak terukur,” ujar politisi dari dapil Jabar IV ini.
Heri juga mengungkapkan soal utang negara yang sudah mencapai Rp 4.000 triliun dan berpotensi menciptakan defisit APBN. Posisi terakhir defisit sebesar 2,48 persen. Tumpukan utang itu, kata dia, akan mengancam cadangan devisa yang saat ini tercatat 109,8 miliar dolar AS.
“Cadangan devisa memang meningkat, tapi peningkatan itu hanya karena adanya penerbitan global bonds pemerintah dan hasil lelang surat berharga Bank Indonesia (SBBI) yang sebenarnya juga utang,” kata Heri.