DPR Sebut Kualitas Pelaksanaan APBN 2015 Rendah

dok Republika
Bank Dunia memperkirakan di 2015 sejumlah negara di Asia Timur dan Pasifik akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonominya.
Rep: Eko Supriyadi Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh fraksi di DPR menerima laporan pertanggungjawaban APRB 2015 oleh pemerintah. Walaupun fraksi-fraksi menerima laporan pertanggungjawaban pemerintah, bukan berarti mereka tidak mengkritisi pengelolaan uang negara. Seperti Fraksi Partai Gerindra, melalui Kardaya Warnika, yang dalam pandangan fraksinya menyebutkan kualitas pelaksanaan APBN 2015 buruk.

Pertama, kata Kadrya, serapan belanja anggaran belum maksimal dan kualitasnya sangatlah buruk. Dia menyebut, rendahnya kualitas pelaksanaan APBN tahun lalu tersebut terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang rendah dan di bawah target yang ditetapkan.

Pertumbuhan ekonomi selama 2015 hanya 4,8 persen jauh di bawah target APBN 5,7 persen, dan lebih lambat dibanding tahun lalu (2014). "Ini menunjukkan pemerintah kurang sungguh-sungguh, padahal telah diberikan kesempatan anggaran pembangunan," ucap Kardaya.

Akibatnya, rakyat kesulitan mencari pekerjaan dan pengangguran meningkat menjadi 7 juta jiwa di tahun 2015. Kemudian, serapan APBN juga menumpuk di akhir tahun menunjukan perencanaan dilakukan dengan kurang matang.

Partai Gerindra juga mempertanyakan rendahnya realisasi pendapatan pajak yang meleset jauh. Realisasi penerimaan pajak, lanjut Kardaya, hanya Rp 1.508 triliun atau hanya 81,5 persen dari target penerimaan pajak. Sehingga menjadikan short fall Rp 230 triliun. Angka ini menegaskan bahwa pemerintah kurang serius menghimpun pajak.

"Kemudian juga target lifting migas yang juga rendah, padahal target sudah diturunkan," jelasnya.

Partai Gerindra juga menilai kebijakan subsidi BBM, terutama terhadap harga solar dianggap tidak tepat. Sebab, dalam temuan BPK, harga minyak solar lebih tinggi dari harga dasar setelah dikurangi subsidi tetap.

"Sehingga rakyat harus bayar lebih mahal. Partai Gerindra mempertanyakan maksud subsidi yang seharusnya meringankan rakyat, yang terjadi sebaliknya," ujar dia.

Sementara Hetifah, mewakili fraksi Golkar, meminta pemerintah melakukan perbaikan keuangan negara, termasuk menindaklanjuti 22 temuan BPK. Hal tersebut sebagai salah satu upaya peningkatan kinerja.

Ia menyesalkan masih adanya temuan BPK yang masih terulang lagi kesalahannya. Artinya, ada masalah yang tidak selesai selama beberapa tahun. "Secara khusus, kami menyayangkan masih adanya opini tidak menyampaikan pendapat. Sepatutnya, pimpinan KL tersebut, sebagai cambuk untuk peningkatan kinerja baik perencanaan dan pelaksanaan program," ujar dia.

Ia juga meminta penegak hukum untuk segera menindak lanjuti laporan BPK yang merugikan negara. Anggota Komisi II DPR itu berharap, pemerintah menyusun ekonomi makro yang lebih realistis.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler