Pemerintah Didesak Bentuk Badan Pengelola Cagar Budaya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih mendesak realisasi pemerintah untuk membentuk Badan Pengelola Cagar Budaya di masing-masing lokasi wisata, sebagaimana amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya Pasal 97.
Sebab, menurut UU tersebut, Badan Pengelola Cagar Budaya mengamanatkan adanya keterlibatan unsur dari Pemerintah Pusat, Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) serta masyarakat. Sehingga, kebijakan destinasi wisata dapat sesuai dengan Rencana Induk Kepariwisataan (RIK) dari Pemerintah Pusat.
“Di Borobudur, misalnya, itu tidak dikelola oleh pemerintah kabupaten dan provinsi. Karena Borobudur dikelola oleh PT TWCB. Sesungguhnya, ketika terbit UU tersebut, dua tahun setelahnya sudah harus dibentuk Badan Pengelola Bangunan Cagar Budaya. Sehingga, tidak seperti sekarang ini?” ujar Fikri, saat dihubungi, Selasa (26/7).
Dengan tidak adanya badan pengelola tersebut, alhasil masyarakat di sekitar bangunan cagar budaya tidak dapat turut serta mengelola serta memiliki warisan budaya leluhur itu, baik manfaat secara ekonomi maupun secara kelembagaan organisasi. Hal itu sangat disayangkan, sebab disana ada magnet wisata melalui bangunan cagar budaya dan banyak wisawatan, tapi masyarakat ikut menikmatinya.
"Jadi, kalau target pemerintah di tahun 2016 adalah mengundang 20 juta wisatawan, mau tidak mau pemerintah harus melibatkan masyarakat,” ucap legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX yang meliputi Kota dan Kabupaten Brebes serta Kota Tegal ini.
Dengan adanya Badan Pengelola ini, desa yang memiliki bangunan Cagar Budaya ini tidak lagi menjadi daerah termiskin, sebagaimana yang terjadi di Desa Karangrejo tempat lokasi Candi Borobudur berada.