Ketua DPR: Aksi Intimidatif tidak Dapat Dibenarkan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Setya Novanto, menyatakan berbagai aksi intimidatif tidak dapat dibenarkan. Pernyataan tersebut disampaikan terkait sejumlah aksi intimidatif yang dilakukan beberapa oknum terhadap pihak lain yang dipandang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan.
“Beberapa pekan terakhir ini, kita dikejutkan sejumlah aksi intimidatif oleh beberapa oknum terhadap pihak lain yang dipandang melakukan perbuatan pelecehan ataupun tidak menyenangkan pihak lain. Sejauh aksi tersebut sudah dibumbui tekanan, pemaksaan maupun intimidasi yang seringkali diwarnai kekerasan verbal maupun fisik, maka aksi tersebut tidak dapat dibenarkan,” ujarnya dalam rilis yang disampaikan kepada Parlementaria, Senin (5/6).
Sebagai negara hukum, tegasnya, kita wajib menyerahkan segala persoalan yang memiliki konsekuensi hukum, kepada pihak penegak hukum. Tindakan main hakim sendiri menurutnya tak pernah dibenarkan dalam negara hukum. Atas dasar itulah keberadaan aparat penegak hukum serta proses hukum sebagai cara-cara yang beradab di alam demokrasi diakui.
Ia mengakui, kebebasan bersuara dan berpendapat dijamin konstitusi. Namun kebebasan yang dimaksud, lanjutnya, haruslah dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, etika maupun hukum. Sehingga tidak ada pihak yang merasa diri lebih berkuasa atas yang lain ataupun lebih kebal hukum dari yang lain.
“Saya mendukung sepenuhnya arahan Bapak Presiden Joko Widodo yang begitu jelas dan tegas menyebutkan bahwa intimidasi tidak boleh ada di Indonesia. Saya juga mendukung instruksi Bapak Kapolri yang memerintahkan seluruh jajarannya hingga ke daerah untuk menindak tegas pelaku,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Dalam kesempatan ini, ia menghimbau kepada sesama anak bangsa untuk memproduksi energi positif bagi perkembangan dan kemajuan bangsa, agar tujuan dan cita-cita pemerintah yang berpihak kepada rakyat dapat terealisasi dengan baik. “Janganlah proses ini dihambat oleh energi-energi negatif yang justru kontraproduktif dengan kepentingan kita bersama, kepentingan rakyat Indonesia. Marilah kita meletakkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maupun kelompok,” imbuhnya.
Menurutnya, kemajuan sebagai bangsa ditunjukkan oleh penghargaan dan ketaatan masyarakatnya kepada hukum, pada mekanisme peraturan dan perundang-undangan. Sementara mengedepankan emosi, pendapat pribadi dan kepentingan kelompok dan mengabaikan proses hukum, menujukkan ketidakdewasaan dalam menyikapi perbedaan.
Legislator dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) ini ini menegaskan, bahwa hukum harus ditegakkan dan dikedepankan. “Mempercayai mekanisme hukum menunjukkan kedewasaan kita dalam meniti jalan demokrasi, sebagai nilai dan sistem yang kita yakini mampu mengantar dan mewujudkan cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia,” ujarnya.