DPR dan KPK Saling Monitor Kasus Pelindo II

Dok Humas DPR RI
Pansus Pelindo II serahkan hasil audit BPK kepada KPK.
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk Pelindo II menyerahkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pansus meminta agar hasil audit investigasi pertama itu ditindaklanjuti oleh KPK.
 
Ketua Pansus, Rieke Diah Pitaloka mengatakan, laporan audit BPK meliputi perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja antara Pelindo II dan Perusahaan asing bernama Hutchison Port Holding (HPH), proyek Kalibaru, dan obligasi global senilai Rp 20,8 triliun.
 
Dia mengatakan apabila tidak perpanjang pada 2019, maka JICT 100 persen bisa menjadi milik Indonesia. "Namun diperpanjang pada 2015 dengan nilai kontrak yang lebih rendah dibandingkan kontrak pertama tahun 1999. Dan anehnya, kontraknya tetap berlaku dari 2019 hingga 2039,” kata Rieke dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (18/7).

Rieke mengatakan apabila merujuk pada audit BPK, maka terindikasi kuat telah terjadi pelanggaran yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 4,08 triliun dari kekurangan upfront fee yang seharusnya diterima PT Pelindo II.


Persoalan lainnya, yaitu global bond pada proyek Kalibaru yang bunganya harus dibayarkan per tahun sebesar Rp 1,2 triliun. Menurut dia, dana itu bisa digunakan untuk membangun pelabuhan-pelabuhan lain.
 
Biaya pembangunan proyek Kalibaru yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun lebih dinilai terlalu mahal. Terutama jika dibandingkan dengan pembangunan Terminal Teluk Lamong yang dengan kapasitas sama, hanya membutuhkan biaya kurang lebih Rp 6 triliun.
 
Rieke memastikan, dua unsur telah terpenuhi atas tindak pidana korupsi. Yaitu adanya dugaan kuat penyimpangan atas peraturan perundang-undangan dan indikasi terjadinya kerugian keuangan negara sebesar 306 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,08 triliun. Dari pansus sendiri, kata dia, telah melihat adanya indikasi terjadinya penyimpangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,08 triliun.

Ketua KPK Agus Rahardjo, mengatakan pihaknya telah menetapkan mantan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino sebagai tersangka. Dalam pertemuan itu, dia juga mengungkapkan perkembangan kasusnya.
 
“Terkait laporan tentang dengan Terminal Koja, proyek Kalibaru dan kemudian perpanjangan JICT, Priok Baru dan Lamong, dan kemudian global bond itu, kami akan segera menindaklanjuti dan kami akan membentuk tim gabungan yang terdiri dari KPK, tentunya klarifikasi terhadap BPK, dan mengajak teman-teman PPATK,” jelas Agus.
 
Dia juga akan memperbarui perkembangan penyelidikan kasus itu sehingga baik pansus maupun KPK dapat saling mengontrol dan memonitor. Agus berharap dalam pengembangan kasus ini, tidak ada intervensi politik dari siapapun.
 
Pihaknya bersepakat bahwa kasus tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk membenahi tata kelola BUMN. "BUMN bisa menjadi tolak punggung perekonomian negara dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat Indonesia,” ujarnya.



















BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler