DPR Pertanyakan Dugaan Plagiarisme di UNJ
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Hanura Dadang Rusdiana mempertanyakan dugaan plagiarisme lima disertasi dan beban promotor di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang dianggap tidak logis. Hal itu diungkapkan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi X DPR dengan mantan rektor UNJ Djaali, Kamis (5/10).
Dadang Rusdiana menyampaikan, Universitas Negeri Jakarta telah meluluskan 327 mahasiswa dari tahun 2012 sampai 2016. Artinya, 65 mahasiswa doktor per tahun. Menurut Dadang, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menjelaskan beban promotor per mahasiswa adalah maksimal 10 mahasiswa.
Bimbingan 65 mahasiswa per tahun bertentangan dengan Permenristekdikti No 44 Tahun 2015. "Dari sisi logika, Kemenristekdikti pernah menyampaikan kepada kami bahwa itu nggak mungkin. 65 mahasiswa per tahun itu sangat tidak mungkin," kata Dadang Rusdiana di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (5/10).
Dadang juga mempertanyakan dasar hukum kerja sama antara UNJ dengan 12 universitas lain di Indonesia. Ia mengkritisi pembukaan kelas jauh dan kelas khusus UNJ. Menurut isu yang berkembang, Dadang mengatakan, satu semester pada program kelas jauh dan kelas khusus hanya dilakukan sebanyak dua kali pertemuan.
Yang lebih mengejutkan, kata Dadang, ada tanda tangan-tanda tangan yang diduga dipalsukan. Dadang mengatakan bahwa terkesan ada rekayasa tanda tangan, pemalsuan nomor induk mahasiswa (NIM) dan jadwal kuliah yang dipadatkan. Hal ini bertentangan dengan Permenristekdikti No 44 Tahun 2015.
Anggota Komisi X ini pun mempertanyakan temuan dugaan plagiarisme lima disertasi mahasiswa UNJ. Ia melihat terkesan ada pekerjaan borongan di UNJ. "Ketika kami melihat dari media, kemudian dikuatkan dari Kemenristekdikti bahwa ada pekerjaan borongan disertasi yang berasal dari user yang sama," kata Dadang.
Politisi Hanura ini berharap kisruh di UNJ bisa segera diselesaikan karena polemik berlarut-larut akan berdampak pada aktivitas pendidikan di perguruan tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok lain yang berkepentingan.
Kendati demikian, Dadang mengapresiasi gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dilakukan oleh Prof Djaali pada 28 September 2017 silam. "Ini negara hukum. Setiap keputusan pejabat negara, ketika warga negara merasakan itu tidak tepat, sesuai peraturan perundang-undangan maka hak kita untuk melakukan gugatan," ujar Dadang.