90 Persen Penderita tak Sadar Alami Masalah Ginjal
Penyakit ginjal tidak memunculkan gejala di awal hingga orang tak sadar mengidapnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit ginjal kronis (PGK) telah menjadi sebuah epidemi global yang tak hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga perekonomian suatu negara. Terlepas dari cukup besarnya kasus PGK, sebagian besar penderita PGK justru tidak menyadari kondisi mereka.
Sebanyak satu dari tiga orang di dunia berisiko terhadap PGK. Selain itu, diperkirakan satu dari 10 orang di dunia mengalami PGK.
Dari seluruh penderita PGK, hanya satu dari 10 yang sadar akan penyakitnya. Sisanya, yaitu sembilan dari 10 atau sekitar 90 persen penderita PGK tidak menyadari kondisinya.
"Pasien kami sering terlambat (memeriksakan diri ke dokter dan mendapatkan terapi) karena banyak yang tidak tahu bahwa mereka mengalami gangguan fungsi ginjal," ujar Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr Aida Lydia PhD SpPD-KGH dalam peringatan Hari Ginjal Sedunia, di Jakarta.
Aida mengatakan, PGK jarang disadari penderitanya karena penyakit ini tidak memunculkan gejala di awal. Gejala baru muncul ketika kondisi PGK sudah cukup berat.
PGK pada dasarnya merupakan suatu kondisi di mana terjadi penurunan fungsi ginjal atau adanya kerusakan struktur ginjal yang progresif dan berlangsung lebih dari tiga bulan. PGK terbagi ke dalam lima stadium berdasarkan angka laju filtrasi glomerulus (LFG) penderita. Seseorang bisa dikatakan menderita PGK bila memiliki LFG di bawah 60.
Aida menegaskan bahwa PGK sangat mungkin dicegah dengan cara mengenali dan mengendalikan faktor risiko. Beberapa faktor risiko PGK adalah merokok, konsumsi alkohol berlebih, kurang olahraga, obesitas, dan stres. Selain itu, Aida juga mengatakan hipertensi dan diabetes merupakan penyebab PGK terbesar.
Seseorang yang telanjur mengidap hipertensi atau diabetes tak boleh berkecil hati. Penderita hipertensi dan diabetes tetap bisa berupaya untuk menurunkan risiko PGK dengan cara mengelola penyakitnya melalui konsumsi obat-obatan dan modifikasi gaya hidup.
"Dengan begitu mereka tidak sampai mengalami gangguan fungsi ginjal atau setidaknya diperlambat (proses terjadinya)," ujar Aida.
Deteksi dini
Mengingat PGK adalah "pembunuh diam-diam", deteksi dini juga menjadi suatu upaya penting yang perlu dilakukan. Deteksi dini memungkinkan PGK ditemukan pada stadium dini sehingga penderita bisa mendapatkan intervensi seawal mungkin agar tak jatuh ke dalam kondisi gagal ginjal atau stadium V PGK.
Deteksi dini PGK pada dasarnya cukup sederhana untuk dilakukan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali apakah diri sendiri memiliki faktor risiko PGK atau tidak. Untuk itu, beberapa pemeriksaan sederhana seperti mengukur berat badan, mengukur lingkar pinggang, mengukur tekanan darah tinggi, dan mengukur kadar gula darah perlu dilakukan.
"Deteksi dini ini bisa dilakukan secara mandiri, tidak harus di fasilitas kesehatan karena sekarang ada alat tensi sendiri, alat mengkur kadar gula darah sendiri, lingkar perut bisa gunakan meteran, dan (mengukur) berat badan dengan timbangan," jelas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Cut Putri Arianie MHKes.
Orang-orang yang tak memiliki peralatan-peralatan ini untuk melakukan deteksi dini secara mandiri bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan terdekat. Saat ini, menurut Cut, deteksi dini untuk penyakit tidak menular seperti PGK bisa dilakukan di Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).
"Kalau tidak punya, bisa ke Posbindu PTM, ada kader terlatih yang bisa mengukur faktor risiko," jawab Cut.
Untuk menegakkan diagnosis PGK, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan urine atau pemeriksaan darah. Pemeriksaan urine dapat memberikan gambaran apakah fungsi ginjal sudah mulai mengalami gangguan atau tidak. Sedangkan pemeriksaan darah bisa memberikan informasi mengenai kadar kreatinin dalam tubuh dan angka LFG.