Hidup dan Mati Bukan di Tangan Corona (Covid-19)
Dunia saat ini terisolasi seperti Muslim di Xinjiang dan Gaza.
Oleh: Karta Raharja Ucu, wartawan Republika
Corona. Kata yang satu ini menjadi paling banyak dibicarakan selama lima bulan terakhir. Virus mematikan yang lahir di Wuhan, China, itu kini menyebar dan menjangkiti lebih dari 140 negara. Indonesia satu di antaranya. Saking menakutkannya virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan paru-paru itu, hampir semua negara di dunia mengisolasi diri dari dunia luar. Tak ada WNA yang boleh masuk, tak ada warga negara lokal yang boleh keluar rumah. Semua dikarantina. Kini dunia merasakan apa yang sering dirasakan warga (Muslim) di Xianjiang dan Gaza, Palestina; terisolasi dari dunia luar.
China, Italia, Belanda, Denmark, Irlandia, Spanyol, Prancis, Arab Saudi, dan terakhir Malaysia memberlakukan lockdown selama dua pekan untuk menghentikan laju infeksi virus corona. Akses publik dibatasi. Transportasi umum disetop beroperasi. Keluar rumah tanpa alasan kuat diancam hukuman denda dan pasal pembunuhan. Bahkan, yang membuat sedih, Arab Saudi untuk sementara melarang adanya ibadah umrah.
Meski begitu, semua rakyat di negara-negara tersebut patuh demi keselamatan diri meski Belanda dan Italia baru melakukan lockdown setelah kasus penderita corona meledak dengan cepat. Penyebaran virus yang awalnya diremehkan ternyata menjelma menjadi monster pencabut banyak nyawa. Semua rakyat sepakat patuh karena satu alasan yang sama: takut mati!
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Hahaha.... Maaf kalau saya tertawa pada paragraf ini. Anda tentu sudah menduga mengapa saya tertawa. Yup, Pemerintah Indonesia tidak (atau belum) memberlakukan lockdown--dan semoga tidak sampai lockdown, aamiin ya Allah. Setelah berbulan-bulan virus corona menyerang sejumlah negara, termasuk negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, Indonesia tetap santuy. Berkali-kali kita dijejali informasi Indonesia bebas corona. Bahkan, ada seorang pejabat yang menantang Universitas Harvard untuk membuktikan risetnya jika virus corona sudah masuk Indonesia. Virus corona yang menjadi pencabut nyawa banyak orang di luar negeri malah jadi dagelan di Negeri +62.
Rakyat Indonesia terhindar dari corona karena senang makan nasi kucing dan minum susu kuda liar bisa tangkal virus corona adalah contoh candaan soal virus corona. Sampai-sampai ada orang yang nge-twit jika penyebar informasi awal Indonesia darurat corona adalah binatang. Hadeuh....
Nyatanya, di lapangan, Indonesia tidak bebas corona, tetapi belum ada pengumuman resmi dari pemerintah jika ada WNI yang sudah terjangkit virus tersebut. Sampai Pak Presiden Jokowi mengumumkan jika ada dua WNI yang positif terjangkit virus corona. Panikkah rakyat Indonesia selepas pengumuman itu? Oh, tidak semudah itu ternyata mengaktifkan tombol takut pada diri rakyat negeri ber-flower.
Informasi soal corona memang makin berlimpah setelahnya. Mulai dari siapa pasien 01 dan 02 yang terjangkit itu, dirawat di mana, pekerjaannya apa, mengapa bisa terjangkit, hingga informasi cara menangkal virus corona dengan obat herbal. Kepanikan baru (sedikit) melanda ketika jumlah pasien yang dinyatakan positif meningkat drastis--hingga tulisan ini saya buat jumlah yang positif terjangkit virus corona mencapai 134 orang.
Sejak itu semakin banyak rakyat yang waswas hingga stok masker ataupun hand sanitizer habis dan menjadi langka. Habis dibeli. Harganya naik berkali-kali lipat hingga bikin geleng-geleng kepala. Mencuci tangan yang dahulu sering diabaikan kini menjadi keharusan. Pakai masker yang menutupi 80 persen area wajah kini jadi kewajiban untuk keluar rumah.
Situasi ini menjadi anomali di Indonesia karena beberapa tahun belakangan Muslimah bercadar menjadi sasaran tuduhan karena dinilai berlebihan dalam beragama, bertentangan dengan budaya Indonesia, dan tentu saja stigma "kearab-araban". Kini hampir semua orang menutupi wajah di area yang sama dengan pemakai cadar.
Terus naiknya rakyat Indonesia yang positif terjangkit virus corona, termasuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, membuat Presiden Jokowi mengumumkan imbauan untuk rakyatnya agar tidak beraktivitas di luar rumah, termasuk bekerja dari rumah selama masa inkubasi 14 hari. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meliburkan anak-anak sekolah selama 14 hari, menutup tempat-tempat wisata, membatasi jam operasional transportasi umum, memberi imabuan untuk menghindari tempat keramaian, dan meminta warga Jakarta berdiam diri di rumah.
Namun, bukan warga +62 namanya jika tidak menyikapi permasalahan dengan santuy. Kebijakan inkubasi selama 14 hari agar warganya berdiam diri di rumah justru digunakan untuk liburan. Ya, liburan. Bahkan, salah satu televisi nasional menurunkan judul berita "Liburan Korona" untuk laporan penuhnya tempat-tempat wisata di luar Jakarta.
Kejadian ini pernah terjadi di Italia dan Belanda. Rakyat di dua negara itu awalnya seperti memandang remeh virus corona. Santai. Hingga akhirnya dua negara itu memberlakukan status darurat karena makin banyaknya rakyat yang positif terjangkit virus tersebut dalam waktu amat singkat. Nah, kita rakyat Indonesia sayangnya tidak belajar dari pengalaman Belanda dan Italia yang meremehkan virus corona.
Seperti biasa, pro dan kontra timbul jika ada permasalahan. Di media sosial seperti Twitter dan Instagram hingga grup Whatsapp, perang argumen tak terhindarkan.
Satu kubu mendukung upaya pemerintah untuk tetap tinggal di rumah, kubu lain memilih "melawan" imbauan pemerintah dengan tetap beraktivitas di luar rumah. Bekerja, belanja, lebih parahnya jalan-jalan, pelesir, hingga piknik.
Kubu yang terakhir beralasan mereka tidak sakit, jadi tidak perlu mengisolasi diri di rumah. Mereka percaya tidak akan terjangkit. Kalaupun terjangkit, semua diserahkan kepada Tuhan.
"Jangan takut sama corona, takut sama Allah. Serahin saja semua sama Allah. Kalau emang waktunya mati, ya mati saja." Pernyataan itu banyak sekali wara-wiri di media sosial hingga di debat kusir dunia perumpian ibu-ibu kompleks.
Bagi yang merasa tak takut virus corona, mungkin Anda belum mendapatkan atau malas mencari informasi bagaimana cepatnya virus itu menyebar dan menyerang tubuh manusia. Bagaimana stresnya ketika seseorang "divonis" positif terjangkit virus corona atau bahkan hanya sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).
Pasien itu mungkin awalnya sehat, tetapi tertular dari orang yang secara tak sadar membawa virus corona. Satu di antaranya dibawa orang terkasih yang baru saja pulang darmawisata alias tamasya.
Sama seperti flu, virus corona atau yang juga populer disebut Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) dimulai di paru-paru dan menyebar melalui tetesan air ketika seseorang bersin atau batuk. WHO melaporkan sindorm pernapasan akut parah (SARS) menyerang tubuh dalam tiga fase, yakni replikasi virus, hiperaktif imun, dan perusakan paru-paru. Fase itu mirip dengan bagaimana Covid-19 menyerang tubuh manusia.
Pada awal penelitian, virus corona menyerang saluran pernapasan bagian atas. Orang yang terinfeksi disebut membutuhkan waktu inkubasi infeksi selama lima hari. Virus corona hadir dalam tiga pola infeksi, yaitu dimulai dengan penyakit ringan dan gejala saluran pernapasan atas, kemudian diikuti oleh pneumonia.
Juru bicara WHO, Carla Drysdale, mengatakan, gejala virus corona yang paling umum adalah demam, kelelahan, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan, atau diare ringan.
Jadi, pembatasan untuk kontak langsung seperti imbauan Pak Jokowi dan Pak Anies amat sangat diperlukan. Menjaga kesehatan tubuh dengan asupan makanan bergizi memang penting, tetapi menjaga tangan tetap bersih dan menghindari tubuh tertular virus juga penting. Caranya tidak menjalin kontak seperti bersalaman setidaknya untuk sementara waktu.
Lalu, bagaimana dengan beribadah? Apa tidak boleh shalat di masjid? Mosok takut sama virus daripada sama Allah?
Saran saya, bawa alat shalat sendiri seperti mukena dan sajadah jika memang tetap ingin shalat di masjid lima kali sehari, termasuk shalat Jumat. Ada baiknya setelah pulang dari masjid langsung bersalin dan mencuci pakaian yang baru saja dipakai. Jangan lupa juga mencuci tangan sebelum bersentuhan dengan anggota keluarga di rumah setelah pulang dari tempat ibadah. Capek ganti baju mulu? Ya konsekuensi. Lebih baik capek sebentar daripada tertular.
Dunia saat ini sedang merasakan secuil, ya hanya secuil, situasi di Gaza dan Xinjiang. Bagaimana rasanya rakyat Xinjiang tidak bisa bebas beribadah dan bagaimana Gaza diblokade Israel. Bagaimana akses informasi dihalangi, sulitnya membeli makanan, hingga ancaman kematian. Bagi rakyat Gaza, mati syahid adalah tujuan hidup sehingga blokade dari Israel dihadapi dengan tenang. Namun, bagaimana dengan rakyat di negara-negara yang saat ini dihantui virus corona?
Kita di Indonesia harus banyak bersyukur tentunya. Masih bisa beribadah tanpa diselingi suara letusan rudal. Masih bisa membeli makanan di warung kelontong, minimarket, hingga mal. Masih bisa bekerja tanpa di bawah ancaman senjata. Sudah menjadi bangsa merdeka, tak seperti Palestina yang masih terjajah.
Sejumlah kolega sempat bertanya, apa saran saya biar kita terhindar dari virus corona? Saya jawab, ikuti saran pemerintah, inkubasi di rumah selama 14 hari. Bekerja dari rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah. Hindari kontak dengan orang lain untuk sementara waktu.
Yang punya harta dan stok makanan berlebih dapat berbagi dengan tetangga yang hidupnya belum berkecukupan. Jangan menimbun banyak makanan sehingga saudara kita yang belum berkecukupan tak mendapatkan kebutuhan pangan. Seperti kata komedian Aming, "Pada akhirnya bukan corona yang membunuh kita...tp saudara sendiri...yg punya duitlahhhh!!! Berbondong-bondong...ngeborong sampe stock kosong!. Sobat miskin cm bengong dimatiin sodara sendiri dlm keadaan kelaparan. Siapa lebih jahat? Corona apa manusia?"
Sudah, lebih baik berdiam diri di rumah. Bukankah rumah adalah tempat paling indah saat dunia sedang tidak ramah? Bukankah rumah adalah tempat paling nyaman saat dunia sedang tidak aman?
Virus corona saat ini memang membuat dunia makin tak ramah. Jadi, tolong tetaplah berdiam diri di rumah. Jangan sampai Allah mencabut nikmat sehat, baru membuat Anda tersadar. Mungkin kita memandang corona adalah virus, tetapi coba bayangkan plot twist: ternyata corona adalah antibodi dari bumi untuk menanggulangi virus bernama manusia. Bumi kini sedang melakukan detoks alias pembersihan dari virus yang merusak tubuhnya.
Untuk yang pernah berkata dan berpikiran "ngapain takut sama corona, takut itu sama Allah karena kalau sudah waktunya mati, ya mati saja", coba renungkan apakah Anda sudah siap untuk mati dengan membawa amal yang pas-pasan? Hidup dan mati memang di tangan Allah, bukan di tangan corona. Namun, ini bukan sekadar perkara takut mati, Saudaraku, tapi bagaimana kita mengikuti cara Umar bin Khattab Radiallahu Anhu menghindari wabah penyakit. Lari dari takdir Allah kepada takdir Allah lainnya.
Paling tidak, jangan meninggal dulu sebelum kita menyentuh Ka'bah yang kini bahkan mendekatinya saja susah. Hayuk bersama-sama membantu pemerintah mengatasi virus corona. Mari bersama-sama berdoa untuk tenaga medis dan dokter yang sedang bertaruh waktu maupun nyawa dalam menyelamatkan pasien yang positif virus corona. Salam sehat, salam semangat. Tabik.