Masyarakat Diminta tak Panik Hadapi Corona

Corona bukan azab, melaainkan musibah untuk meneguhkan solidaritas dan gotong royong.

EPA-EFE/NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH
Model tiga dimensi dari partikel virus SARS-CoV-2 virus atau dikenal sebagai 2019-nCoV. Virus tersebut adalah penyebab Covid-19 atau virus corona jenis baru.(EPA-EFE/NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH )
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran virus corona atau Covid-19 telah menjadi bencana internasional. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menetapkan virus ini sebagai sebagai pandemi setelah penyebaran virus tersebut sudah meluas ke berbagai negara.


Di Indonesia, dari data terakhir, Rabu (18/3) sore, 225 kasus positif corona dengan 19 orang meninggal dunia. Karena itu, selain diminta menjaga kesehatan, masyarakat diminta tetap tenang dan jangan panik. Selain itu, masyarakat juga bisa menjaga diri dari berbagai upaya-upaya kelompok tertentu yang akan menjadikan masalah ini sebagai ‘tunggangan’ untuk menimbulkan kegaduhan dan merusak kedamaian di Indonesia.

Sosiolog yang juga Guru Besar Sosiologi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), Prof Iwan Gardono Sujatmiko mengatakan bahwa dalam menghadapi penyebaran virus ini dibutuhkan kewaspadaan seluruh masyarakat, bukan kepanikan. Karena sejatinya virus corona ini bukanlah azab, tetapi merupakan musibah dan ujian untuk meneguhkan solidaritas, saling membantu dan gotong royong.

“Peneguhan solidaritas harus dilakukan secara berkala melalui media massa dan media sosial berupa penjelasan berbagai lembaga kemasyarakatan dan agama yang ada. Dengan hal tersebut tentu akan meningkatkan solidaritas kebersamaan sebagai bagian dari Bangsa Indonesia dan Warga Negara Indonesia. Saya rasa selama ini belum dilakukan secara optimal,” ujar Iwan Gardono di Jakarta, Rabu (18/3).

Iwan menjelaskan, penyebaran Covid-19 ini perlu ‘aksi penjelasan’ seperti fatwa dan sebagainya dari lembaga resmi semua agama baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu. Juga ormas-ormas keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhamaddiyah dan sebagainya, bersama dengan lembaga kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun dari Perguruan Tinggi.

“Upaya itu harus didukung oleh media massa dan media sosial secara berkala yang mengutip dan fokus pada penjelasan-penjelasan atau ayat-ayat Non Azab. ‘Aksi Penjelasan’ ini perlu dilakukan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kota. Dan cara ini dan dilakukan secara komprehensif dan berkali-kali, maka ‘panggung’ bisa dikuasai oleh penjelasan positif,” terangnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler