Defisit Melebar, Menkeu akan Pakai Seluruh Sumber Pembiayaan
Menkeu juga mempertimbangkan bantuan dari lembaga keuangan internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menggunakan seluruh sumber pembiayaan untuk menambal defisit yang kemungkinan bisa melebihi tiga persen sampai akhir tahun. Penerbitan surat berharga sampai meminta bantuan dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) masuk dalam skenario yang disiapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai kajian untuk menghadapi potensi pelebaran defisit APBN sampai akhir tahun. Baik itu menggunakan sumber pembiayaan konvensional maupun kemungkinan terjadinya sumber non konvensional yang membutuhkan landasan hukum baru.
Sri mengatakan, seluruh instrumen masuk dalam kajian untuk dapat mengantisipasi surat berharga dari pemerintah yang mengalami tekanan. "Semuanya masuk dalam kajian kita, dan sudah kami sampaikan ke Presiden (Joko Widodo)," tuturnya dalam teleconference dengan media, Selasa (24/3) sore.
Sumber pembiayaan lain yang mungkin dimanfaatkan adalah pinjaman dari lembaga internasional. Mereka sudah meningkatkan kemampuan untuk memberikan dukungan banyak negara dalam menghadapi tekanan ekonomi dari wabah virus corona (Covid-19).
Sri menuturkan, pihaknya telah berbicara dengan pimpinan IMF, Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) untuk melihat sumber pembiayaan terbaik yang bisa diambil Indonesia. "Agar kita bisa respon dengan biaya sekecil mungkin dan risiko kecil," ujar mantan direktur pelasana Bank Dunia tersebut.
Tidak hanya multilateral, Sri menambahkan, kemungkinan pembiayaan secara bilateral juga dijajaki pemerintah. Baik itu dari negara yang selama ini sudah memberikan dukungan kepada Indonesia maupun potensi negara baru.
Selain pemerintah, Sri memastikan, kerja keras juga dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral. BI sudah melakukan pembiayaan Surat Berharga Negara (SBN) di bawah 12 bulan.
"Itu opsi semua kita buka supaya pemerintah punya pilihan apabila defisit meningkat, maka kita memiliki sumber pembiayaan yang aman," katanya.
Pada tahun ini, pemerintah memutuskan melebarkan defisit APBN hingga level 2,5 persen dari target sebelumnya di Undang-Undang APBN 2020, yakni 1,76 persen. Kebijakan ini diambil untuk menghadapi dampak penyebaran Covid-19 yang berdampak pada peningkatan ketidakpastian di tingkat global.
Sementara itu, Badan Anggaran (Banggar) DPR menilai, pemerintah harus membuat langkah untuk menghadapi pelebaran defisit yang bisa melebihi batas biasa. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam UU ini, batasan defisit APBN hanya bisa sampai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam surat rekomendasinya, Ketua Banggar DPR Said Abdullah menyebutkan, regulasi itu harus memberikan kelonggaran defisit APBN dari tiga persen menjadi lima persen terhadap PDB. Sementara itu, rasio utang tetap 60 persen terhadap PDB.
Rekomendasi diberikan dengan melihat dampak Covid-19 yang sudah sangat memukul perekonomian, sehingga mengubah seluruh indikator ekonomi makro secara signifikan. "Untuk menjaga keberlangsungan APBN 2020 dan perekonomian nasional dalam menanggulangi Covid-19 serta fungsi fiskal lain, maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah," ujar Said dalam surat rekomendasi yang dirilis Senin (23/3).