IMF dan Bank Dunia Siap Suntik Pinjaman ke Negara Krisis
Menkeu Sri Mulyani mengakui seluruh negara menyadari ancaman terjadinya resesi.
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sepakat untuk menyisir negara-negara miskin dengan utang tinggi atau highly indebted low income countries yang sedang payah menangani wabah Covid-19. Lembaga multilateral tersebut akan memberi bantuan pembiayaan, salah satunya dengan memberi pinjaman untuk menutup defisit anggaran di negara mereka.
Kesepakatan ini diambil dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Negara G20 yang digelar secara virtual, Kamis (26/3) malam. Para pemimpin negara G20 mendorong kerja sama untuk membantu negara berkembang dan negara miskin dalam mengatasi pandemi akibat virus corona ini.
"Lembaga multilateral seperti Bank Dunia, ADB, akan naikkan resource bagi negara yang hadapi pandemi, baik di sisi kesehatan atau social safety net. Bisa dalam loan supaya negara mampu yang siapkan kesehatan dan berikan perlindungan melalui social safety net," jelas Sri dalam keterangan pers, Kamis (26/3).
Seluruh negara dunia, ujar Sri, menyadari adanya ancaman resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Melalui KTT Luar Biasa G20 malam ini, ditarik benang merah bahwa seluruh pemimpin negara berada dalam satu visi yang sama untuk menekan risiko resesi ini. Masing-masing negara diminta menjalankan kebijakan moneter dan fiskal demi mengamankan perekonomiannya.
"IMF menyebut banyak negara mengaalami capital flight, OKI sedang dilakukan upaya meningkatkan direct swap line dari IMF kepada negara dunia yang alami capital flight," jelas Sri.
Kebijakan direct swap line kepada seluruh negara dunia ini, ujar Sri, belum pernah terjadi sebelumnya. Swap line merupakan kebijakan pengaturan mata uang antarbank sentral. Artinya, antarnegara sepakat untuk menjaga pasokan mata uang negara mereka untuk diperdagangkan ke bank sentral lainnya dengan nilai tukar yang berlaku.
"Ini belum pernah terjadi dan ini jadi terobosan untuk mencegah negara-negara yang sebelumnya tidak mengalami masalah tetapi sekarang hadapi risiko foreign exchange," ujarnya.