Mengapa Rasio Kematian Corona RI Cukup Tinggi? Ini Kata Ahli

Rasio kematian akibat penyakit Corona di Tanah Air mencapai 8,3 persen.

Antara/M Agung Rajasa
Petugas medis membawa pasien ke ruang isolasi saat simulasi penanganan pasien virus corona, ilustrasi.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasio kematian akibat virus Corona Covid-19 di RI mencapai 8,3 persen atau termasuk cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain.  Malaysia yang jumlah kasusnya mencapai 2.031 jiwa, angka kematiannya hanya 24 jiwa.

Ahli sekaligus praktisi kesehatan Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB mengatakan tingginya angka kematian akibat virus Corona karena penanganan terlambat yang disertai penyakit penyerta pasien.

Prof Ari dalam keterangannya pada media melalui konferensi video di Jakarta, Jumat (27/3), mengatakan, penanganan pasien terlambat karena keterbatasan kapasitas rumah sakit.

Selain itu, pasien yang meninggal kebanyakan juga datang dengan kondisi yang sudah terjadi komplikasi seperti gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, jumlah trombosit atau sel darah yang menurun, tekanan darah turun karena "shock", saturasi oksigen dalam darah turun, serta kesadaran yang mulai menurun.

Ari yang merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga menjelaskan, orang tua atau lansia juga sangat memengaruhi risiko akan kematian yang diakibatkan bila terinfeksi Covid-19.

"Faktor umur, semakin tinggi umurnya semakin tinggi juga risikonya. Oleh karena itu saya ingatkan sekali lagi, untuk orang tua yang di atas 60 tahun harus benar-benar stay at home. merekalah yang berisiko kalau terinfeksi bisa berujung pada kematian," kata Prof Ari.

Selain itu penyakit penyerta yang sudah diderita pasien sebelum terinfeksi juga memengaruhi kasus kematian yang disebabkan oleh Covid-19. Beberapa penyakit kronis penyerta yang jadi perhatian adalah diabetes dan kelainan pada fungsi paru.

"Faktor penyakit penyerta terutama kencing manis. Pada spesial kasus, pasien dengan penyakit paru kronis, jadi yang memang sudah ada kelainan pada paru, atau fungsi parunya tidak baik, ini menjadi risiko tinggi mengalami kematian apabila terinfeksi," kata Prof Ari.

Dia menerangkan kondisi saat ini rumah sakit rujukan mengalami kelebihan kapasitas dalam penanganan Covid-19 dan keterbatasan alat kesehatan ventilator yang dibutuhkan pasien dengan gagal napas.

Ari menyebut, penanganan pasien dengan kondisi paru yang terinfeksi tidak memungkinkan dilakukan apabila tidak menggunakan alat bantu napas.

"Di sinilah, kita harus menjaga ketersediaan ventilator kita cukup, harus meningkatkan ketersediaan ventilator di saat sekarang. Sesuatu yang krusial kalau pasien terjadi gagal napas," kata dia.

Ari juga memaparkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan internasional Lancet bahwa pasien Covid-19 dengan fungsi ginjal yang bermasalah juga berisiko mengalami kematian apabila tidak mendapat alat bantu cuci darah setiap saat.

Menurut Ari, alat bantu cuci darah tersebut juga masih terbatas. Seperti diketahui terjadi penambahan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan dalam 24 jam terakhir.

Pemerintah mengumumkan, ada 153 kasus baru sejak Kamis (26/3) hingga Jumat (27/3) ini. Sehingga total sudah ada 1.046 kasus positif Covid-19 di Indonesia selama ini. Provinsi Papua Barat menjadi 'pendatang baru' dengan munculnya 2 kasus positif Covid-19. 

Dari 1.046 kasus positif, 46 pasien dinyatakan sembuh dan 87 orang meninggal dunia. Tingkat kematian akibat infeksi virus corona di Indonesia per Jumat (27/3) ini sebesar 8,3 persen.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler