Sidebar

Kota Makkah Saksi Bisu Pembunuhan Pertama di Muka Bumi?

Tuesday, 31 Mar 2020 18:50 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak diturunkan ke bumi, istri Adam, yakni Hawa, melahirkan anak-anak Adam sebanyak 20 kali. Namun, setiap kelahiran selalu kembar, putra dan putri. Dengan demikian, jumlahnya mencapai 40 orang. Di antara sekian banyak anak Adam, terdapat kisah yang menjadi awal mula pembunuhan di muka bumi. Pembunuhan itu dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya yang bernama Habil. (QS al-Maidah [5]: 27-30). 

Baca Juga


Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts yang mengutip keterangan Imam ath-Thabari dalam Tarikh al-Umam wa al-Mulk, Abu Malik meriwayatkan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud, dan dari para sahabat Rasulullah SAW yang berkata bahwa semua anak Adam dilahirkan secara kembar dampit: laki-laki dan perempuan. Beliau kemudian menikahkan anak laki-laki pertama secara menyilang dengan anak perempuan kedua. Beliau memiliki dua anak laki-laki bernama Qabil dan Habil. Qabil merupakan anak laki-laki pertama yang lahir bersama Zar’a (ada yang menyebutnya kembaran Qabil bernama Iklima), sedangkan Habil anak kedua yang lahir bersama dengan Dhar (ada yang menyebutnya Labuda). Saudara kembar Qabil memiliki paras yang lebih cantik dibandingkan saudara kembar Habil.

Nabi Adam kemudian menikahkan Qabil dengan kembaran Habil, begitu juga sebaliknya. Namun, Qabil menolak karena dia merasa lebih tua daripada Habil dan kembarannya lahir bersamaan dengannya. "Dia saudara perempuanku yang lahir bersamaku. Dia lebih cantik dari saudara perempuanmu. Aku lebih berhak menikahinya," kata Qabil.

Keduanya lalu diminta untuk membuat kurban sebagai persembahan kepada yang Maha Pencipta. Siapa yang kurbannya diterima, dialah yang akan menikah dengan saudaranya Qabil. Qabil membuat persembahan dari hasil kebunnya yang buruk, sedangkan Habil mengambil domba yang gemuk sebagai kurban. Akhirnya, Allah menerima kurban Habil. Hal ini membuat kecewa Qabil. Maka, dia pun mencari jalan untuk membunuh Habil. Saat itu, Adam sedang pergi ke Makkah. Sebelum pergi, Adam meminta langit untuk menjaga keluarganya. "Jagalah putraku dengan baik." Namun, langit menolaknya.  

Adam kemudian berkata kepada bumi. Bumi pun menolaknya. Adam meminta gunung. Sama dengan langit dan bumi, gunung pun menolak permintaan Adam. Akhirnya, Adam berkata kepada Qabil dan Qabil berjanji untuk menjaganya. Maka, terjadilah peristiwa pembunuhan itu. Qabil membunuh Habil. 

Qabil lalu meninggalkan mayat Habil di tempat terbuka. Sebab, dia tidak tahu cara menguburkannya. Allah SWT lalu mengirimkan dua ekor burung gagak bersaudara. Keduanya saling bertengkar hingga salah satunya tewas. Burung gagak lalu menggali tanah dengan paruhnya dan menguburkan gagak yang mati tersebut. Ketika Qabil melihat itu, dia berkata, "Celaka! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku bisa menguburkan mayat saudaraku ini." (QS al-Maidah [5]: 31). 

Nabi Adam lalu pulang dan menemukan salah satu putranya telah tiada karena dibunuh oleh anaknya sendiri. Allah berfirman, "Sesungguhnya, Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Maka, semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya, manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS al-Ahzab [33]: 72).

Dialah Qabil, manusia yang tidak amanah dalam menunaikan pesan Nabi Adam AS untuk menjaga keluarganya. Demikianlah keterangan Imam ath-Thabari dalam Tarikh al-Umam wa al-Mulk, Jilid I, halaman 13. 

Dijelaskan Sami bin Abdullah al-Maghluts, peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil kepada saudaranya yang bernama Habil itu terjadi di daerah Makkah. Sebab, Makkah merupakan tempat tinggal Adam dan Hawa setelah mereka turun ke bumi.

Hal senada juga diungkapkan Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Athlas Al-Qur’an. Syauqi menjelaskan, pembunuhan Habil terjadi di Makkah. Inilah pendapat yang paling kuat. Sementara itu, Qabil, setelah membunuh Habil, pergi melarikan diri ke daerah Yaman. Demikian diterangkan ath-Thabari dalam Qishash al-Anbiya, Qabil melarikan diri dari ayahnya (Adam) dan menuju ke daerah Yaman.

Berita terkait

Berita Lainnya